Jakarta: Eagle Institute Indonesia kembali mengadakan Eagle Awards Documentary Competition 2019. (Foto: Medcom/Abas)
Jakarta: Eagle Institute Indonesia kembali mengadakan Eagle Awards Documentary Competition 2019. (Foto: Medcom/Abas)

Eagle Awards Documentary Competition 2019 Usung Tema Bakti Indonesia

Dhaifurrakhman Abas • 05 September 2019 15:28
Jakarta: Eagle Institute Indonesia kembali mengadakan Eagle Awards Documentary Competition 2019. Tahun ini, Eagle Institute, bekerjasama dengan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo RI.
 
"Dengan resmi saya buka acara Eagle Awards Documentary Competition. Semoga memberika manfaat sebaik-baiknya buat kita bersama," kata Direktur Utama Bakti, Anang Latif, dalam peresmian Eagle Award ke-15, di Kantor Metro TV,  Kedoya, Jakarta Barat, Kamis 5 September 2019.
 
Agenda yang memasuki tahun ke-15 ini bakal mengangkat tema Bakti Indonesia. Anang mengatakan, tema tersebut dipilih untuk menggambarkan bagaimana komunikasi dan konektivitas masih menjadi momok yang terus diperjuangkan pemerintah hingga ke seluruh wilayah negeri.

“Kami peduli terhadap saudara di perbatasan dan daerah tertinggal. Bagaimana kami bisa selesaikan semuanya, khususnya sarana komunikasi dan internet,” beber Anang.
 
Adapun Eagle Awards Documentary Competition 2019 sudah memasuki tahap pengajuan proposal. Setelah melewati seleksi yang ketat, lima proposal tetpilih untuk dikembangkan menjadi karya film dokumenter.
 
Adapun lima karya proposal tersebut berjudul Emas Hitam karya Andi Muh. Hijril dan Adib Gemilang, Mengabdi dari Pedalaman karya Abdi Firdaus dan Lyanta Laras Putri, serta Jejak Sinyal di Kaki Egon karya Theresia Sude Malinto dan Katarina Makthildis.
 
Selain itu, Asa Pak Yahya Guru Disabilitas Dusun Sri Pengganti karya Siti Rodiah dan Aang, serta Torang Ma Ampung besutan Maryani dan Fahimatunnajah.
 
Anang mengakui pihaknya senang bisa menjalin kerjasama dengan Eagle Institute. Sebabnya, ini merupakan wadah yang tepat untuk mengetahui persoalan konektivitas dan komunikasi dalam negeri.
 
"Selama ini, lebih dari tiga tahun kami mencoba menyelesaikan persoalan sinyal, konektivitas dan teknlogi informasi. Saya pikir Eagle Award Competition yang menjadi wadah bagaimana kami hadir menyelesaikan persoalan perbatasan dan terpencil," katanya.
 
Lebih lanjut, Anang berharap lima karya tersebut bakal dijadikan film dokumenter yang bisa menginspirasi dan menghasilkan karya yang memukau. Dia juga berharap hasil karya tersebut juga bisa dinikmati hingga kancah internasional.
 
"Saya termasuk penikmat film dokumenter. Selalau kreatif. Berikan sesuatu inspirasi dan harapan untuk masyarakat Indonesia" tandasnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan