Lebih tepatnya, ketika pandemi covid-19 yang memaksa kita untuk berhenti dan memeriksa ulang banyak hal dalam cara hidup kita. Suasana banyak hambatan pada masa pandemi covid-19 mulai kita rasakan pada bagian pembuka film Limina | Limen.
Ada sebuah kalimat bertuliskan, ketika dinding tebal menghadang langkah ke depan, kita seperti tertarik masuk ke ruang ambang. Menetap awal saat segala hal bermula, kenangan saling bertumbukan, dan kehadiran orang lain terasa sangat bernilai.
Lalu dilanjutkan dengan adegan Kunto Aji, Sal Priadi, dan Nadin Amizah hendak pergi ke suatu tempat. Namun, mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan karena tiba-tiba ada suatu penghalang yang membuat langkah merekat terhenti.
Hal ini yang dimaksud dinding tebal itu. Dinding tersebut diibaratkan pandemi yang sedang kita hadapi sekarang sejak tahun lalu. Setiap orang yang sudah mempunyai perencanaan matang untuk masa depannya, tiba-tiba tidak bisa dilanjutkan karena wabah covid-19 yang semakin meluas, sehingga menimbulkan pandemi yang menutup berbagai aktivitas.
Situasi pandemi ini juga membuat interaksi orang sangat terbatas. Sebab, interaksi ini dinilai akan mempermudah penularan virus covid-19. Suasana silaturahmi terganggu. Menemui orang tercinta nan jauh di sana juga semakin sulit.
Hal ini tergambarkan pada adegan suasana di sebuah stasiun pada film tersebut. Seolah-olah, Sal Priadi hendak menemui Nadin di sebuah kota. Namun keinginan untuk melepas rindu tidak bisa diwujudkan.
Tayangan berlanjut pada sebuah labirin, di mana para penari menunjukkan mereka seperti tersesat dan kebingungan. Mungkin, hal ini ini mencerminkan pandemi ini yang membuat sebagian orang kehilangan arah dan jati diri. Bingung harus memulai kembali dari mana.
Masih dalam suasana refleksi pandemi, suasana kebingungan dan menurunnya percaya diri akibat pandemi berlanjut pada tayangan Kunto Aji sedang duduk di sebuah kursi yang tergenang air.
Ketika duduk, dia juga ditemani oleh Sal Priadi dan Nadin. Menyimak mereka yang sedang berbincang sambil menyanyikan lagu Sulung. Perbincangan antara Sal Priadi dengan awalnya berjalan harmonis. Lalu perbincangan mereka tiba-tiba semakin memanas dan menimbulan perdebatan.
Berlanjut pada bagian purifikasi, melalui adegan Sal Priadi yang keluar dari sebuah kain dengan keadaan basah. Seperti baru terlahir kembali. Hal ini juga diperkuat dengan para penari yang membasahi kepala pasangan penarinya. Lalu menyambut kehadiran Nadin, sambil menyanyikan lagu Amin Paling Serius.

Adegan ini seperti menggambarkan setiap orang yang sudah bisa berdamai dengan keadaan. Meskipun banyak keterbatasan pada situasi sulit ini, namun mereka tetap harus bisa maju, sambil menerima kekurangan orang lain. Tapi jika saling mendukung, semua hambatan akan bisa dilalui.
Setelah bisa berdamai dan menyesuaikan dengan keadaan, tayangan berlanjut pada bagian transformasi, di mana semua orang tampak gembira. Terlihat dari senyumannya.
Pada tayangan itu, mereka saling berpelukan dan bertegur sapa. Lalu mereka duduk melingkar dan masing-masing orang bercerita mengenai pengalamannya. Semua orang ikut mendengarkan dan ikut memahami perasaan yang terungkapkan dari pencerita.
Kita mesti optimistis bahwa pandemi pasti akan berakhir dan semua orang bisa berkumpul lagi. Ada satu pesan kunci melalui lagu Selaras yang dinyanyikan Kunto Aji dan Nadin, yakni pandemi bisa kita lalui asalkan kita bisa merawat kehidupan
Lagu itu juga menyampaikan harapan, melalui lirik lagu Selaras, “Kita bisa selama masih ada rumah untuk pulang dan memulai segalanya”.
Simbol harapan itu juga diperkuat dengan sebuah tanaman yang dipegang masing-masing oleh Kunto Aji, Sal Priadi, dan Nadin. Tanaman bisa dijadikan ilustrasi sebuah kehidupan baru yang tumbuh setelah melewati masa sulit ini. Kemudian ditutup dengan tayangan sebuah daerah pepohonan yang menerima pancaran sinar matahari.
Peran penari dengan koreografinyajuga menyempurnakan jalan cerita yang mengalir dengan rapih. Dari perpindahan jalan cerita tentang kehilangan, rasa tidak berdaya, upaya untuk bertahan, hingga mencapai kehidupan baru.
Misalnya, saat para penari membentuk formasi menghambat Sal Priadi untuk menemui Nadin. Seolah-olah, para penari tersebut merupakan bentuk pandemi yang menghalangi niat seseorang untuk menemui orang tercinta di tempat yang jauh.
Begitu juga dalam menggambarkan suasana menyambut kehidupan baru dengan berdamai pada situasi, seperti yang disebutkan di atas. Lalu, menggambarkan suasana setiap orang yang mengalami kebingungan dan hubungan rumah tangga yang kurang harmonis.
Kemudian, instrumen musik yang dipilih juga cukup kuat dalam menyampaikan sebuah gambaran tentang kehidupan pada masa pandemi. Hal ini juga semakin memadukan unsur seni rupa, tari, dan vokal dalam menyampaikan sebuah pesan.
Karakter dari Kunto Aji, Sal Priadi, dan Nadin Amizah juga sangat bagus dalam memerankan film teater musikal tersebut. Lantaran paling banyak disorot, Sal Priadi dan Nadin memainkan perannya dengan begitu anggun. Ditambah suara Nadin yang membuat penonton merasa nikmat untuk mendengarnya.
Untuk kalian yang belum sempat menonton Limina | Limen, tidak perlu bersedih. Film tersebut masih bisa disaksikan melalui YouTube IM3 Ooredoo atau bisa langsung klik videonya di bawah ini:
https://bit.ly/collabonationliminalimen
IM3 Ooredoo melalui Collabonation berharap film Limina |Limen dapat menyuntikkan semangat bagi setiap orang agar bangkit dari masa sulit, serta menginspirasi kita semua untuk tetap berkarya dalam situasi apapun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id