Laporan Variety berdasarkan data box office dari Ent Group mencatat angka berbeda, yaitu USD151,1 juta atau Rp2,11 triliun. Data resmi lain belum keluar. Kendati demikian, capaian komersial ini membuat Dying to Survive masuk ke jajaran lima film Tiongkok terlaris dalam lingkup domestik akhir pekan pembuka.
Empat film lainnya adalah Monster Hunt 2 (2018), Detective Chinatown 2 (2018), Wolf Warrior 2 (2017), dan The Mermaid (2016). Capaian komersial keempat film pada akhir pekan pembuka, berturut-turut, adalah USD187 juta, USD154 juta, USD131 juta, dan USD120 juta.
Capaian Dying to Survive bersanding dengan Spider-Man 3 (2007), Furious 7 (2015), dan Guardians of the Galaxy Vol. 2 (2017). Menurut Box Office Mojo, ketiga film Hollywood ini juga meraup pemasukan kotor setara pada akhir pekan pembuka di teritori asalnya, AS-Kanada. Dalam peringkat, posisi ketiga film berada di urutan 19 hingga 22.
Jika dibandingkan dengan film-film Hollywood yang dirilis di Tiongkok, Dying to Survive punya selisih sekian juta dollar AS di bawah Avengers: Age of Ultron (2015). Film rilisan Walt Disney ini mencatat rekor USD155 juta pada akhir pekan pembuka di Tiongkok.
Sebelum tayang secara reguler, film ini sebenarnya telah ditayangkan lebih dulu secara khusus pada Senin hingga Kamis. Selama empat hari pratayang ini, pemasukan kotornya mencapai USD45 juta atau sekitar Rp643 miliar.
Dying to Survive menjadi debut penyutradaraan Wen Muye, yang juga menulis naskahnya bersama Han Jianu dan Zhong Wei. Berjudul asli Wo Bu Shi Yao Shen, kisahnya diangkat dari kisah nyata Lu Yong, pasien leukemia yang menyelundupkan obat kanker murah dari India. Kendati khasian obat belum terbukti secara ilmiah, dia menyalurkan obat itu kepada 1.000-an pasien kanker.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id