Ilustrasi. Foto: MI/Adam Dwi.
Ilustrasi. Foto: MI/Adam Dwi.

Lima Finalis Eagle Awards ke-11 Akan Dinilai Juri Independen

Anggi Tondi Martaon • 13 Oktober 2015 07:33
medcom.id, Jakarta: Penyelenggaraan Eagle Awards ke-11 sudah memasuki tahapan final. Lima film terbaik sudah terpilih untuk bertarung memperebutkan gelar film dokumenter terbaik tahun 2015.
 
Ketua yayasan Eagles Institute Kioen Moe ‎mengungkapkan, ‎kelima film tersebut nantinya akan dinilai oleh juri independen, sebelum ditetapkan sebagai pemenang dalam kompetisi film dokementer tahun 2015.

"Diserahkan kepada juri independen, tidak dari internal. Kalau film terbaik murni dari pilihan juri," kata Kioen dalam Konfrensi pers Antologi Film Dokumenter Eagle Awards 'Merajut Indonesia' di Grand Indonesia, Jakarta, Senin (12/10/2015) malam.‎
 
Selain itu, masyarakat juga diberikan kesempatan untuk memberikan penilaian. Nantinya film yang mendapatkan nilai terbanyak dari penonton akan dinobatkan sebagai video terbaik. "Voting dari segi masyarakat penonton," beber Kioen.

Para penonton, lanjut Kioen, dapat memberikan penilaian melalui www.eagleawards-doc.com setelah dilakukan pemutaran lima film finalis tersebut.
 
Nantinya, kelima film tersebut akan diputar di 5 tempat, yaitu : Universitas Hasanuddin pada 20 Oktober 2015 (Makasar), Aula Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 22 Oktober 2015 (Kupang), Universitas Negeri Semarang pada 27 Oktober 2015 (Semarang), Universitas Tadaluko pada 29 Oktober 2015 (Palu), dan Institut Francis Indonesia pada 29 Oktober 2015 (Jakarta).
 
Berikut ini adalah finalis film dokumenter Eagle Awards tahun 2015 yang bersaing dalam lima besar.
 
'Suara Tembok Kota'
 
Film ini menceritakan tentang seniman visual atau graffiti, Popo yang merespon isu-isu publik dengan proses berpikir dan cara bertutur yang kratif serta menyatu dengan ruangnya.
 
Selain menceritakan kegiatan seni, film ini juga menceritakan kenyataan seni visual yang banyak kita lihat di tembok, jalanan, dan ruang publik yang banyak dimanfaatkan oleh pihak tertentu dengan kepentingan masing-masing. Perebutan ruang publik terjadi antara pelaku vandalisme, seniman liar, perusahaan komersial, maupun penguasa.
 
'Tinta Perajut Bangsa'
 
Film kedua ini menceritakan bagaimana keseharian pria tua Soesilo Toer, 79, seorang Doktor lulusan Rusia yang menjadi korban situasi politik peristiwa 1965 menikmati hari tuanya sebagai seorang pemulung dan penulis buku.
 
Selain itu, pria tua yang juga adik penulis ternama Pramoedya Ananta Toer ini juga mempunyai sebuah perpustakaan gratis yang bertujuan untuk menukarkan minat baca dan tulis kepada masyarakat.
 
'Sekolah Tapal Batas'
 
Film yang menceritakan tentang sebuah sekolah mandiri yang berada dipulau Sebatik, daerah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia yang didirikan oleh Suraidah, 61, dengan tujuan untuk menyelamatkan pendidikan anak-anak TKI yang bekerja di perkebunan.
 
Di sekolah tersebut terdapat PAUD, MI, MD serta paket A, B, dan C. Sebagaian besar sisanya adalah anak-anak TKI yang setiap harinya harus berjalan lintas negara Indonesia dan Malaysia untuk mendapatkan pendidikan.
 
'Pejuang Dari Gua Purbakala'
 
Film yang menceritakan bagaimana perjuangan perjuangan Iwan, 35, yang bersama dengan kelompok pemuda desa lainya di Makassar mencoba mencari cara dan jalan untuk melakukan perlindungan terhadap kawasan gugusan Karst Maros.
 
Gugusan Karst Marost merupakan sebuah gugusan yang memiliki fungsi perlindungan bagi spesies endemik dan penyimpan cadangan air. Selain itu, gugusan terbesar kedua didunia ini juga menyimpan peninggalan pra sejarah.
 
Namun, kekayaan gugusan Karst Maros sudah mulai hilang akibat eksploitasi pertambangan yang tidak memperhatikan persoalan ekosistem dan tidak pernah menghargai peninggalan pra-sejarah sebagai aset peradaban.
 
'Memetik Sasandu di Nusa Lontar'
 
Film ini menceritakan bagaimana budaya asli Indonesia sudah mulai digeser oleh perkembangan zaman. Hal itu dirasakan oleh Esau Nalle, pemain sekaligus penyair Sasandu Gong yang merasa sedih budaya asli Nusa Tenggara Timur sudah mulai dilupakan.
 
Bahkan, dalam sebuah acara pernikahan, Esau Nalle merasa sedih ketika alunan musik Sasandu Gong dan lantunan syair Rote tak diminati kerumunan tamu peserta yang riuh berdansa pada alunan musik modern.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(DEN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan