Kini, Thunderbolts* menjadi salah satu film dengan pendapatan terendah dalam sejarah Marvel Cinematic Universe (MCU), hanya meraih 371 juta dolar (sekitar Rp6 Triliun) secara global. Angka itu jauh dari target balik modal sebesar 425 juta dolar (kira-kira Rp6,9 Triliun).
“Marvel sedang berada di era baru, di mana tidak semua filmnya bisa mencapai 1 miliar dolar (setara Rp16 Triliun),” kata Shawn Robbins, direktur analisis film dari Fandango dikutip dari Variety.
Sejak debutnya lewat Iron Man tahun 2008, MCU dikenal sebagai mesin penghasil hit yang nyaris tak pernah gagal. Sebelum pandemi, 19 dari 22 film Marvel berhasil menembus angka 500 juta dolar (setara Rp8,1 triliun) secara global. Namun, setelah pandemi, performa itu menurun drastis hanya enam dari 13 film yang mampu mencapai setengah miliar dolar.
| baca juga: Alasan Marvel Studios Ubah Judul Film Thunderbolts* Jadi The New Avengers |
Berbeda dari film lain yang gagal karena ulasan buruk seperti The Marvels atau Ant-Man and the Wasp: Quantumania, Thunderbolts* justru mendapat respon positif. Namun, performanya tetap lesu, memperlihatkan bahwa popularitas karakter kini jadi faktor penentu keberhasilan.
“Film-film dari karakter level menengah seperti ini tidak lagi bisa dianggap sebagai jaminan sukses,” ungkap analis Jeff Bock dari Exhibitor Relations. Ia juga menyebut penayangan Thunderbolts* yang hanya bertahan sebulan sebagai “tanda bahaya.”
Marvel saat ini sedang berada di titik balik. Setelah bertahun-tahun membanjiri layar dengan cerita kompleks dan saling terkait, studio ini mulai memperlambat laju produksi dan lebih fokus pada kualitas.
Pertanyaannya: apakah Marvel masih mau ambil risiko dengan cerita-cerita baru yang belum tentu laku, atau hanya akan bermain aman dengan karakter besar seperti Avengers dan Spider-Man?
Proyek-proyek besar yang dijadwalkan seperti The Fantastic Four: First Steps (Juli), Avengers: Doomsday dan Spider-Man 4 (2026), serta Avengers: Secret Wars (2027) menunjukkan bahwa Marvel kini memilih pendekatan “go big or go home.”
Sementara itu, proyek lain seperti Blade justru mengalami penundaan panjang. Strategi ini mencerminkan realitas baru di mana Marvel hanya akan mempertaruhkan dana besar untuk judul-judul besar. Sebab biaya produksi film terus meningkat, begitu pula dengan biaya promosi global yang sangat tinggi.
Analis dari Franchise Entertainment Research, David A. Gross, menjelaskan bahwa industri kini mulai lebih berhati-hati dalam mengeluarkan anggaran.
“Studio-studio sedang berusaha keras untuk menekan anggaran yang terlalu tinggi,” katanya.
Meski biaya produksi Thunderbolts ditekan menjadi 180 juta dolar (setara Rp2,9 triliun) (di bawah rata-rata film Marvel yang bisa mencapai 250 juta dolar (sekitar Rp4 triliun)), tetap saja hasilnya belum mampu mengembalikan investasi. Untungnya, Marvel punya keunggulan dibanding studio lain: mereka bisa mengimbangi kerugian lewat penjualan merchandise, taman hiburan, dan layanan streaming Disney+.
Menariknya, meski gagal di bioskop, karakter-karakter Thunderbolts akan tetap muncul dalam film besar berikutnya, Avengers: Doomsday. Bagi Marvel, setiap film bisa menjadi batu loncatan atau alat promosi untuk proyek besar berikutnya.
(Nithania Septianingsih)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
