Shanty Harmayn dan Ronny Gani (Foto: Medcom/Ratu)
Shanty Harmayn dan Ronny Gani (Foto: Medcom/Ratu)

Sering Garap Film Hollywood, Sutradara Garuda di Dadaku Ungkap Tantangan Kerja Bareng Sineas Lokal

Agustinus Shindu Alpito • 18 Desember 2025 10:32
Jakarta: Sutradara sekaligus seniman efek visual Ronny Gani mengungkapkan tantangan bekerja sama dengan animator Indonesia untuk film animasi Garuda di Dadaku. Menurutnya, usia animasi di Indonesia terhitung masih sangat kecil sehingga pemahaman terhadap beberapa hal teknis masih belum terlalu umum. 
 
“Memang, secara garis besar, betul (industri animasi Indonesia masih kurang). Sangat challenging karena, secara kreator, animasi Indonesia masih sangat bayi, bahkan. Bukan muda lagi,” akui Ronny.
 
Ia lanjut menjelaskan bagaimana dari segi pemahaman teknis tentang proses produksi karya animasi belum umum di industri tersebut. Hal ini juga menjadi suatu hal yang baru bagi para pemeran di film Garuda di Dadaku.

“Tantangan tersebut, mulai dari teknis, pastinya, tapi juga dari pemahaman secara umum tentang proses produksinya. Jadi, memang itu belum sangat common di Indonesia,” tutur sutradara tersebut.
 
Tambahnya, “So, it wasn't straightforward process (Jadi, ini bukan proses yang langsung) dari awal sampai sekarang. Tapi, we kept on pushing (Tetapi kami terus berusaha). Kita tetap maju terus meskipun jalannya agak belok-belok dan segala macam tapi, yang pasti, kita harus deliver buat jadi tontonan bagi masyarakat Indonesia.”
 
Seniman efek visual yang telah terlibat dalam berbagai waralaba film internasional seperti Marvel Cinematic Universe, Transformers, Aquaman, Ready Player One, dan Pacific Rim ini juga menyayangkan minimnya spesialisasi sumber daya manusia di industri animasi Indonesia sehingga mereka harus melibatkan praktisi asal Filipina.
 
Kurangnya pengetahuan tentang dasar animasi serta minimnya sumber daya manusia membuat Ronny dan seluruh tim Garuda di Dadaku harus bekerja dengan modal yang ada di Indonesia. Ia mengaku tidak mungkin mereplika hasil kerjanya di Hollywood untuk film ini.
 
“Dari prakteknya, malah saya atau tim kami, tidak bisa mereplika cara kerja yang dilakukan untuk Hollywood. Karena memang ekosistemnya sangat berbeda, usia industrinya dan keahliannya juga berbeda,” ucap Ronny.
 
Untuk menghadapi problematika ini, sutradara ini ingin lebih menonjolkan sisi artistik film Garuda di Dadaku tanpa pendekatan teknis yang kompleks. Ronny pun mengaku bahwa teknologi animasi Indonesia masih tergolong “primitif”.
 
“Jadi, kita harus ambil pendekatan yang lebih approachable. Lebih less complicated tapi tetap dengan tidak mengurangi tujuan craft-nya. Kita memang sangat kuat craftmanship-nya atau secara artistiknya,” pujinya.
 
Ronny mengimbuhkan, “Tapi, pendekatan secara teknisnya, kita bisa katakanlah ‘cheat’. Dalam artian, kalau memang terlalu susah untuk dilakukan dengan mengandalkan teknologi, kita (pakai) cara yang lebih primitif gitu. Tapi, tetap tidak mengorbankan kualitas artistiknya.”
 
Gaya artistik yang dipakai untuk film animasi Garuda di Dadaku ini akan menjadi kekuatan sendiri menurut Ronny. Ia yakin bahwa visual yang disajikan animasi ini akan menjadi pengalaman unik bagi para penonton. 
   

Proses Produksi Film Animasi Garuda di Dadaku

Saat sesi wawancara dengan media usai konferensi pers (17/12), Shanty Harmayn dan Ronny Gani membeberkan proses produksi film animasi Garuda di Dadaku. Meski ide pembuatan animasi ini sudah muncul sejak tahun 2020, mereka baru mulai menggarap pada bulan April tahun 2022.
 
“Nih, prosesnya kita udah di akhir tahun ketiga. Kita start di bulan April 2022. Mulai muncul idenya sekitar awal (tahun) 2020. Sudah 3 tahun,” tutur Shanty.
 
Kemudian, Shanty Harmayn, yang juga menjadi produser di film asli Garuda di Dadaku, mengaku bahwa mereka bekerja dengan banyak studio animasi serta ratusan animator dari berbagai daerah di Indonesia. 
 
“Kita bekerja untuk produksi saja (melibatkan) begitu banyak studio animasi di Indonesia. Yang bekerja ada di Bali, ada di Malang, Bogor, Jogja. Di Bandung ada. Jadi, di mana-mana,” tuturnya.
 
Ronny Gani pun menimpali, “300 lebih (animator).” 
 
Di kesempatan yang sama, mereka mengaku bahwa kesuksesan film Jumbo karya Ryan Adriandhy, yang mampu menguasai posisi pertama sebagai film animasi Indonesia terlaris, turut menjadi motivasi mereka. Shanty mengaku sangat senang karena sudah ada proyek yang telah membuka jalur bagi animasi-animasi Indonesia di masa depan.
 
“Kita waktu film animasi Jumbo dirilis awal tahun, kita paling happy, justru. Karena sudah ada langkah pertama yang istilahnya ‘pecah telor’ bahwa animasi Indonesia diterima dengan sangat baik oleh masyarakat,” bangga Shanty.
 

Sinopsis Film Animasi Garuda di Dadaku

Garuda di Dadaku mengisahkan Putra (13), seorang bocah biasa dengan mimpi luar biasa: menjadi pesepak bola tim nasional Indonesia. Namun setelah gagal dalam sebuah seleksi dan diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya, keyakinan Putra mulai runtuh.
 
Semua berubah ketika ia bertemu Gaga, sosok Garuda kecil magis yang diutus dalam sebuah misi khusus untuk membantu Putra menemukan kembali keberanian dan mewujudkan mimpinya. Meski sering berselisih, keduanya dipersatukan oleh tujuan yang sama, yaitu membuktikan kemampuan diri dan menaklukkan keraguan. Lebih dari sekadar kisah sepak bola, Garuda di Dadaku adalah perjalanan emosional tentang keberanian, persahabatan, dan tekad seorang anak bersama sahabat magisnya untuk meraih mimpi.
 
(Nyimas Ratu Intan Harleysha)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan