Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (Foto: IMDb)
Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (Foto: IMDb)

Fakta Film G30S/PKI yang Jarang Diketahui

Elang Riki Yanuar • 30 September 2025 18:05
Jakarta: Bulan September menjadi bulan peringatan peristiwa pembunuhan 7 jenderal dan 1 perwira yang dikenal sebagai Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). Untuk mengenang kekejaman peristiwa ini, Presiden Soeharto memerintahkan kewajiban penayangan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI selama 14 tahun dari tahun 1984 sampai 1998. 
 
Sejak 1998, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Penerangan Muhammad Yunus Yosfiah menghentikan kewajiban penayangan film ini di TVRI dan stasiun televisi swasta karena dianggap tidak sesuai dengan dinamika reformasi.
 
Meski begitu, masih ada beberapa stasiun televisi yang menayangkan film ini setiap tanggal 30 September. 

Berikut fakta-fakta film G30S/PKI

1. Digarap Selama 2 Tahun, Film Ini Menelan Biaya Sebesar Rp800 Juta 

Film G30S/PKI merupakan garapan sutradara Arifin C Noer, sastrawan Indonesia dan pegiat teater (1941–1995). Film dengan durasi 3 jam lebih ini pun harus diproduksi selama 2 tahun, dari tahun 1982 hingga 1984.

Sejumlah sumber mengatakan bahwa film ini memakan anggaran hingga Rp800 juta pada masa itu. Berkat inflasi, Rp800 juta pada tahun 1980-an setara dengan Rp20 miliar di tahun 2020-an.  

2. Menggaet Lebih dari 600 Ribu Penonton, Pecahkan Rekor pada Masa Itu

Pada tahun 1984, film G30S/PKI memecahkan rekor penonton di wilayah DKI Jakarta, melebihi film Nyi Blorong yang hanya menembus 354.790 penonton pada tahun 1982. Film G30S/PKI yang tayang sampai Desember 1984, menarik penonton di DKI Jakarta hingga 699.282.
 

3. Mengandung Adegan Sadis yang Dibesar-besarkan

Adegan kontroversial dari film ini adalah penyiksaan 7 jenderal di Lubang Buaya secara terang-terangan. Film ini menampilkan detail penyiksaan yang sangat sadis, termasuk pencungkilan mata dan mutilasi. Namun, hasil otopsi resmi dan forensik menunjukkan hanya ada luka tembak pada jenazah. Banyak sejarawan menilai bagian ini sengaja didramatisasi untuk memperkuat pesan politik.
 
Tak hanya adegan sadis, ada juga penggambaran peran Gerwani yang dituduh ikut menyiksa sambil menari-nari di Lubang Buaya. Penelitian sejarah menunjukkan tidak ada bukti kuat mengenai hal tersebut. Fakta inilah yang membuat film ini kerap dituding lebih bersifat fiksi politik dibanding rekonstruksi sejarah.

4. KontraS Menolak Penayangan Kembali Film G30S/PKI

Pada 2 September 2024, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengimbau stasiun televisi agar tidak menayangkan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. 
 
Alasan utamanya karena film ini mengandung informasi sejarah yang tidak akurat dan banyak mengandung muatan kekerasan. Ditambah, KontraS juga merasa film ini tidak lagi relevan untuk kehidupan Reformasi sekarang.

5. Dianggap propaganda Orde Baru terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI)

KontraS juga menyinggung film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI sebagai propaganda kebencian terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam surat desakan kepada KPI, KontraS menyatakan bahwa film ini diproduksi untuk merawat upaya peminggiran negara terhadap PKI selama 1965–1966.
 
KontraS juga menambahkan bahwa pemutaran film tahunan ini terus mewariskan ingatan kolektif yang keliru dan takut terhadap PKI atau komunisme di Indonesia sehingga melanggengkan stigma terhadap para penyintas dan keluarga korban Peristiwa 1965–1966.
 
(Nyimas Ratu Intan Harleysha)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ELG)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan