Foto: twitter.com
Foto: twitter.com

Film "Senyap", Kejujuran yang Coba Dibungkam Kembali

Agustinus Shindu Alpito • 19 Desember 2014 11:34
medcom.id, Jakarta: Berterimakasihlah pada Joshua Oppenheimer dan sekitar 60 nama anonim yang ikut membuat film "Senyap".
 
Film dokumenter sejarah yang menceritakan kejadian pembantaian mereka yang dituduh sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1965-1966 itu mampu menyuguhkan sudut pandang yang berbeda.
 
"Senyap" merupakan kelanjutan dari film "Jagal" yang dibuat tahun 2012. Adalah Adi Rukun, tokoh yang menjadi episentrum dari film "Senyap". Adi, adalah keluarga korban yang mana kakaknya dibantai oleh masyarakat di kampungnya sendiri karena dituduh sebagai anggota PKI.

Adi memang belum lahir saat kakaknya itu dibantai, tetapi dia bisa merasakan pusaran duka yang dalam. Ibunya yang kini sepuh terus mengenang peristiwa itu. Trauma itu terus mengendap karena sang ibu melihat sendiri bagaimana isi perut anaknya terburai karena disiksa.
 
"Senyap" memang menghadirkan ironi. Adi yang bekerja sebagai optometris dipertemukan dengan para penjagal yang beberapa di antaranya ikut menghabisi nyawa kakaknya. Pertemuan demi pertemuan itu terus terekam dalam film ini. Bagaimana emosi Adi yang meluap ketika bertemu pembunuh kakaknya, juga emosi bagaimana si penjagal tampak kalut saat mengenang yang dilakukannya tidak berperikemanusiaan.
 
"Senyap" mulai diputar secara umum sejak 10 November 2014. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut andil dalam pemutaran film ini. Peredaran film ini cukup unik, siapa pun bisa memutar film ini dengan mengajukan permohonan melalui situs Filmsenyap.com. Kemudian, pihak dari film "senyap" akan mengirimkan DVD ke alamat yang diajukan.
 
"Kami ingin film ini tersebar seluas mungkin dan ditonton oleh sebanyak mungkin orang Indonesia. Untuk membantu sebanyak-banyaknya orang Indonesia untuk menelusuri 'kesenyapan' itu, kami mengundang teman-teman semua untuk mengadakan pemutaran film Senyap pada 10 Desember 2014 dan pada hari-hari selanjutnya. Undang teman-teman dan khalayak luas menyaksikan film Senyap serta diskusikanlah," seperti tertulis dalam situs mereka.
 
Tanggal 10 Desember yang bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia jadi momen yang tepat bagi sejumlah komunitas untuk menggelar diskusi dan pemutaran film "Senyap". Pada hari itu film "Senyap" akan diputar di 457 titik, mulai dari Aceh sampai Papua. Pemutaran ini diprakarsai oleh berbagai lembaga dan komunitas, terutama yang memiliki jaringan dengan Komnas HAM.
 
Tetapi, ternyata pemutaran itu tidak berjalan mulus di semua titik. Rencana pemutaran film ini di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, terpaksa dibatalkan oleh pihak kampus. Keamanan menjadi alasan utama mengapa film ini dibatalkan tayang.
 
Kejadian-kejadian serupa pun berlanjut, bahkan saat pemutaran "Senyap" di warung Kelir, Malang, dibubarkan paksa oleh LSM Pribumi yang ditemani oleh beberapa anggota Pemuda Pancasila.
 
Kejadian pelarangan di Malang itu lantas diamini oleh aparatur negara. Komando Distrik Militer 0833/Bhaladika Jaya menganggap "Senyap" dapat memicu gesekan antar kelompok masyarakat.
 
Di Yogyakarta, "Senyap" juga dilarang diputar. Kabar yang tersebar melalui pesan berantai menyebutkan akan terjadi pembubaran paksa oleh Front Anti Komunis Indonesia. Hal itu membuat pemutaran yang awalnya direncanakan akan digelar di kantor Aliansi Jurnalis Independen jadi batal.
 
Entah sampai kapan hal ini akan berlanjut, yang jelas sampai detik ini belum ada kejelasan dari pemerintah mengenai legalitas pemutaran film "Senyap" di Indonesia. Pelarangan yang terjadi sampai saat ini, berasal dari beberapa kelompok masyarakat dan pihak keamanan.
 
Sutradara Joko Anwar menganggap pelarangan ini terjadi lantaran masih ada pihak yang termakan propaganda Orde Baru.
 
"Bukan masyrakat belum siap (atas fakta di film "Senyap"), tapi masih ada beberapa bagian masyarakat yang salah kaprah dan termakan propaganda pemerintahan Orde Baru. Ini yang seharusnya bisa diluruskan oleh film-film seperti 'Senyap'. Saya rasa ini lebih (kepada) masalah horizontal ketimbang soal oknum otoritas," ujar Joko kepada Metrotvnews.com, Jumat (19/12/2014).
 
Joko juga menegaskan bahwa "Senyap" sekali lagi membuktikan bahwa film sebagai medium yang kuat untuk menyampaikan perubahan dan kebenaran. Untuk menyikapi keadaan ini, Joko berharap ada tindakan dari pemerintah yang mampu menjamin masyrakat tidak berada dalam tekanan dari pihak mana saja.
 
"Solusinya sama saja dengan kasus represi oleh rakyat lainnya. Pemerintah harus bertindak. Biasanya kan cuma diam. Seolah mengamini," kata Joko.
 
Sementara gejolak terus terjadi, "Senyap" sudah terlanjur lahir. Membungkam "Senyap" layaknya penyangkalan terhadap sejarah diri sendiri.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AWP)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan