Sewu Dino (Foto: Instagram)
Sewu Dino (Foto: Instagram)

Ulasan Film Sewu Dino: Awakmu wedhi, ta?

Medcom • 18 Mei 2023 12:37
Saya masih teringat akan cerita mendiang nenek ketika beliau bercerita tentang kakek yang membuang uang kepeng (cetakan 1856) sebanyak dua pundi-pundi ke sebuah sungai saat beliau hendak belajar menjadi seorang guru agama. Dengan membuang uang ke dalam air mengalir, menjadi tanda bahwa beliau sudah memutuskan tali ikatan kekuatan gelap yang terkandung di dalam uang tersebut. Uang itu warisan sang ayah yang seorang tuan tanah tersohor karena kesaktian yang luar biasa; hidup pada akhir abad 18. Nenek buyut, ditengarai kerap tidur diatas kasur, guling, dan bantal yang berisikan uang kepeng. Entah darimana uang sebanyak itu berasal, tiada yang tahu. Penduduk sekitar juga mengenalnya sebagai seseorang yang mempunyai peliharaan ular naga yang pada saat ini sedang tertidur sembari menunggu pemilik berikutnya.
 
Penggalan kisah masa kecil ini, telah membantu saya memahami apa makna dunia sukma yang disebutkan sepintas dalam Sewu Dino. Film horror yang mengangkat tema santet besutan Kimo Stamboel dibawah produksi dari MD Pictures ini telah mampu meraup 1.040.828 penonton pada hari ke-6 tayang di bioskop libur lebaran.
 
Para pemeran utama, Mikha Tambayong (Sri Rahayu), Karina Suwandi (Mbah Karso), dan Rio Dewanto (Sugik) bermain cukup rapi dalam film ini. Santet memang dikenal sudah cukup lama di Tanah Jawa, bahkan ada beberapa santet yang dikategorikan dapat dilakukan melewati batas air. Tidak seperti pemikiran kakek saya yang merasa mampu meleburkan ilmu hitam dalam uang dengan bantuan air mengalir, santet atau ilmu hitam yang dilukiskan terjadi pada tokoh di film Sewu Dino ini, terasa amat pekat. Kepekatan aura mistis ini terbantu dengan jargon (istilah khusus dalam linguistic yang mencirikan bidang/budaya tertentu) Budaya Jawa dalam film tersebut. Penggunaan penanggalan Jawa (weton), lengkap dengan ritualnya sanggup menghembuskan aura mistis kepada penonton. Penonton diajak menyelami Budaya Jawa dan Primbon dengan penggunaan istilah-istilah dalam ritual pembasuhan mayat adat jawa (kejawen). Sangat terasa bahwa penulis naskah dan sutradara berusaha untuk menghidupkan suasana misteri mistis budaya Jawa, walaupun belum sepenuhnya digarap dengan apik. Beberapa setting justru terasa sangat Jawa Tengah dibandingkan dengan Jawa Timur. Rumah Joglo yang identik dengan Jawa Tengah sampai dengan langgam ukiran yang terpahat di setting rumah Mbah Karso. Berbeda dengan kurangnya akar budaya dalam film KKN Desa Penari - diproduksi rumah produksi yang sama - hal ini terasa sudah dibenahi, walaupun aksen dialek Jawa masih juga menjadi pekerjaan rumah para aktor. Ada yang sudah dapat mendalami dengan baik akan tetapi masih ada juga dialek yang terasa janggal diucapkan dalam percakapan-percakapan antar lawan main.

Alur cerita yang dibangun pelan telah mampu membantu menciptakan nuansa horror yang diinginkan, akan tetapi penonton tidak disuguhi informasi cukup untuk berimajinasi. Ruang imajiner yang tidak terbangun, menggagalkan koneksi film dan penonton sehingga tidak berhasil menciptakan ruang terror dalam diri penonton.
 
Minimnya informasi yang diberikan membuat para penonton yang berasal dari budaya berbeda (bukan Jawa) merasa tidak terkait dengan jalan cerita yang dibangun. Bagi mereka yang memahami Budaya Jawa (seperti saya yang dibesarkan dalam budaya tersebut) sangat paham apa arti Nyewu (sewu dino). Informasi, menurut Hynes dan McKee, dapat terjadi dengan foreshadowing ataupun memberikan informasi secara ekonomis sebelum curtain calls (cerita dimulai). Informasi ini diberikan untuk membangun koneksi antara penonton dan cerita yang ditonton (dunia semesta cerita). Saya, personally, paham apa itu peran payung mayit, keranda, bunga tujuh rupa karena saya besar di Jogjakarta, di mana semua hal itu saya lihat di pasar pasar tradisional. Walaupun film ini berhasil meraup jumlah penonton yang sangat banyak, tetap saja horor yang disajikan tidak meneror sesuai dengan yang diinginkan. Misteri yang disajikan tidak dielaborasi agar dapat menakuti mereka yang tidak terlahir dalam Budaya Jawa. Alhasil, ketika saya ketakutan setengah mati sampai menutup mata dengan tangan, suami saya yang besar dalam budaya lain, tertidur pulas di tengah-tengah penonton, karena gagal paham bahwa ia seharusnya ketakutan.
 
(Emanuella Christine Natalia)
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan