"Kami berupaya mempertemukan para sutradara dan produser Hollywood dengan sineas Indonesia, siapa tahu mungkin ke depan terjadi join production Hollywood dengan film Indonesia yang berskala besar," kata Saud P. Krisnawan dari KJRI LA, Jumat 5 Juni 2020.
Saud mengatakan, program utama lain dalam melakukan pendekatan di industri Hollywood yaitu promosi Indonesia sebagai lokasi perfilman yang dinilai berkaitan dengan pariwisata nasional. Lokasi film Hollywood di Indonesia diharapkan dapat menciptakan karya box office di masa depan.
Perwakilan sineas Tanah Air antara lain Produser Sheila Timothy, Robert Ronny, Penulis dan Sutradara Gina S. Noer, Joko Anwar, Mouly Surya, dan Fajar Nugros. Sheila Timothy menceritakan tentang basis hukum dan relaksasi perizinan, berkaca dari pengalaman kerja sama dengan 20th Century Fox asal Amerika untuk film Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Geni 212.
"Relaksasi perizinan dalam arti ketika ada proyek yang masuk ke Indonesia atau proyek luar yang akan pergi ke luar negeri," kata Sheila.
"Problem pihak Hollywood masalah legal karena ketika berurusan dengan industri sekaliber Hollywood, Fox, legal mereka sudah advance sekali, mereka sudah memiliki hukum atau lawyer khusus untuk entertainment sementara kita belum ada," kata Sheila.
Mouly Surya berpendapat, pemerintah perlu memerhatikan festival film besar di sirkuit internasional. Sutradara film Marlina dalam Pembunuh Empat Babak Itu melihat beberapa negara tak menjual film, tetapi menawarkan program.
"Menurut saya kesalahpahaman itu yang membuat semacam salah kaprah antara guna eksistensi Indonesia di market dunia dan berhubungan dengan lokasi," kata Mouly.
Menyoal lokasi syuting di Indonesia untuk sineas Hollywood, Mouly Surya menyebut Indonesia sulit dijangkau perihal administrasi. "Administrasi syuting susah sekali sehingga tidak menarik. Mereka mikir tax saya balik atau tidak," kata Mouly.
Penulis dan sutradara film Dua Garis Biru, Gina S. Noer menaruh perhatian soal pendidikan sebagai basis talenta di perfilman Indonesia. Berkaca dari industri hiburan Korea Selatan yang dibangun puluhan tahun dan didukung pemerintahnya.
Indonesia belum banyak sekolah yang memfasilitasi ilmu soal film. Saat ini, tak semua orang bertalenta disebut berkesempatan mengenyam pendidikan tersebut karena tak diimbangi dengan sekolah terbaik untuk calon sineas.
"Dengan demikian bisa dibantu kerja sama departemen pendidikan untuk meningkatkan kualitas kita karena kita harus membangun pondasi kuat ketika kita ingin puluhan tahun ke depan, mungkin lebih cepat Indonesia bisa lebih baik dari Korea," kata Gina.
Sutradara film Pengabdi Setan, Joko Anwar juga berpendapat hal serupa. Korea Selatan bisa maju karena dukungan penuh dari pemerintah sehingga tak hanya satu sektor hiburan saja yang berjaya. Hal ini juga karena pemerintah yang membidani industri hiburan konsisten mengawal industri hiburannya.
"Korea Selatan memang punya strategi kebijakan kultural dari pemerintah, jadi yang maju bukan cuma film, musik, dan sedemikian rupa," kata Joko.
"Kalau Indonesia ganti-ganti terus yang memegang perfilman, industri kreatif, saya bingung bagaimana mereka semakin lama semakin paham bisnis industri kreatif kita," terang Joko Anwar.
Dari berbagai bidang, penulis skenario sebagai tulang punggung cerita dirasa kurang. Joko Anwar menyebut inkubasi bisa menjadi solusi terkini untuk melahirkan penulis-penulis baru. Robert Ronny pun sepakat pendidikan film dimulai dengan pengadaan kelas khusus film.
"Enggak melulu sekolah untuk film tetapi paling gampang master class, istilah Joko inkubasi, mendatangkan pengajar handal dan enggak usah ke mana-mana," kata Robert.
Perihal bekal ilmu dari sineas luar negeri sempat diperbincangkan Robert bersama Triawan Munaf saat menjabat Kepala BEKraf. Seperti mendatangkan pengajar dari Hollywood ke Indonesia.
"Mendatangkan pengajar kompeten dari Hollywood, Amerika di Indonesia amat sangat make sense karena dari kami sendiri sempat punya pemikiran seperti itu," kata Robert.
Menanggapi usulan pendidikan di bidang film, Kepala Kanselerai Raden Wisnu Sindhustrisno menyebut akan mengupayakan dengan pelatihan.
"Pendidikan SDM industri film kita menjadi hal esensial. Kami akan coba jajaki, kami sudah listing baik Screenwriter Guild maupun Writers Guild American West, 10 sekolah terbaik di Los Angeles kita coba jaga satu per satu peluang kerja sama, capacity building SDM kita di Indonesia," ujarnya.
Direktur PFN Judith J. Dipodiputro mengambil kesimpulan, pemerintah dalam hal ini perlu memerhatikan political will dengan jelas dan memperlakukan industri film sebagai industri profesional. Pemerintah pun perlu memerhatikan masa depan industri film Indonesia dengan membangun pondasi dari pendidikan film.
"Maka fundamental sangat penting, landasan, fondasinya bahwa yang diperlukan Indonesia mampu menghasilkan yang excellent yang kompetitif. Fundamentalnya adalah kalau kita ingin menghasilkan sesuatu yang profesional dan excellent, pendidikan yang tepat, profesional yang dilakukan orang-orang profesional adalah landasannya," kata Judith.
"Peran pemerintah adalah memfasilitasi, not do, karena kita sudah punya sineas kita, sudah bisa maju tetapi pemerintah berfungsi memfasilitasi," terang Judith.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News