WISATA
Dubai Hot Air Balloon, Layaknya 'Syair' Indah Menyentuh Awan
Yatin Suleha
Kamis 11 April 2024 / 02:30
Jakarta: Sinar matahari itu sayup-sayup melewati ombak-ombak awan. Bekendara keranjang permen bawa sedikit demi sedikit lalui 'kabut'. Terbang mengikuti angin..
Melarikan diri lalu menuju lengkung langit. Kini, kau telah berangkat dari pintu bayu, sambut mega nan juita...
Saatnya mengapung-lupakan dirimu dan masuk ke dalam dekapan keindahan cakrawala gurun pasir. Meleburkan diri dalam fantasi, lalui keindahannya dari batas-batas pencakar langit Dubai..
Betapa Kau lukiskan kota ini sebagai tempat dalam keajaiban, bagai kilau permata atas nuansa yang luar biasa...
.jpeg)
(Mengawali perjalanan, semuanya masih terlihat gelap. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Masih teringat jelas di benak kami, pertengah Maret 2024 kemarin, pukul 4 pagi (waktu Dubai). Di bulan Ramadan, tim Medcom.id atas undangan dari Department of Economy and Tourism (DET) Dubai, bersama beberapa jurnalis merengkuh langit Dubai.
Sudah banyak keindahan yang telah kita pahami sebelumnya yakni Kota Dubai yang berkilau. Semua sudut kotanya menawarkan berbagai keindahan yang dimilikinya. Namun, kali ini berbeda. Lewat wisata Hot Air Balloon, DET Dubai memperkenalkan keindahan yang berbeda. Ya, di atas langit Dubai.
Bersama tim dan kru dari Balloon Adventures Dubai, kami lalui waktu pagi buta. Semuanya berawal di pukul 4.20 saat Jean, salah satu kru yang mengantar kami tiba di lobi Rove City Walk Hotel, Al Badaa Street - Al Wasl.
Tak dipungkiri, bangun di pagi buta bikin semangat tak meraja. Bola mata juga bagai tak kuasa. Namun, anggap saja, semua ini tak akan sia-sia. Lalui jalan di pagi buta, kami pahami indahnya Dubai dalam balutan kabut nan dingin dan sepi. Di jalan yang tak sampai satu jam itu, kami pun sampai ke sebuah pintu masuk lalu terlihat gurun luas.
Gelap. Ya, pemandangan pertama kami bagai tak bernyala. Udara dingin menembus baju. Namun, berbagai kru dari Balloon Adventures Dubai lantas sigap menyatukan kami. Dipimpin Kapten Vytautas Samarinas sebagai pilot keranjang hot air balloon kami, ia memberikan safty briefing.
.jpeg)
(Perlahan balon raksasa ini membawa keindahan yang tak ternilai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Sebagai jurnalis, saya harus melaksanakan tugas-walaupun secara personal saya memiliki fobia ketinggian. Ya, saya punya akrofobia, yaitu fobia akan ketinggian. Perasaan campur aduk tergambar di wajah saya. Saat semua orang sibuk dengan safty belt, saya masih tertegun melihat semuanya di sekeliling.
Bagai angin ribut di benak saya. Lalu, satu kru menghampiri. "Anda belum pakai safty belt?" katanya. "Belum," jawab saya singkat. Mungkin ada untungnya, angin ribut di benak saya itu bertabrakan dengan rasa kantuk saya. Rasanya seperti membalikkan tangan, beberapa menit setelahnya diikuti dengan instruksi keselamatan dari Kapten Vytas. Rasanya menit-menit awal itu saya enggak ngerti-ngerti amat jadinya.
Dalam batin saya berkata, "Skenario terburuk, saya nangis di atas awan (akibat ketakutan)." Ya, paling tidak, saya telah menjalankan tugas sebagai jurnalis. Begitu.
Saat satu per satu dari kami naik ke dalam keranjang balon-masih dalam amukan batin dan pikiran yang ke mana-mana, saya diinstruksikan naik melalui celah kotak di sekitar keranjangnya. Karena takut, saya menahan-nahan diri biar jadi yang terakhir naik.
Tapi, waktunya tiba. Saya menaiki tangga kecil untuk masuk ke dalam keranjang. Mila, salah satu jurnalis dari Tempo berada di sisi paling ujung. "Ya, kalau saya takut, saya pegangan sama dia aja..." dalam hati.
Kapten Vytas yang fasih bicara bahasa Inggris itu menarik-narik tuas mesin api di bagian tengah. Sejurus jitu, keranjang mulai meninggalkan daratan gurun. Keranjang mengarah ke kiri ke kanan beberapa kali.
Saya ingat betul, keranjang itu melayang 10 cm di atas permukaan gurun pasir, lalu 15 cm, lalu 20 cm dan tepuk tangan semua kru di bawah menandakan selamat tinggal sambil memberi semangat dengan berteriak. "Wooohooo!!" seru mereka. Lalu saya menarik napas dalam-dalam. "Bismillah," ujar saya dalam hati.
.jpeg)
(Cantiknya matahari terbit di atas gurun pasir Dubai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Sejak didirikan tahun 2005, Balloon Adventures Dubai adalah perusahaan pertama sebagai pioneer balon udara yang paling lama beroperasi di Dubai. Dengan pengalaman 28 tahun di bidang penerbangan, standar keselamatan tertinggi di industri dijunjung tinggi-tinggi.
Tak terasa sepertinya saya telah terbang di ketinggian kira-kira 40-50 meter dari batas bawah gurun dan terus menaik. Dan gemuruh pikiran fobia saya tiba-tiba saja terhenti. "Wah, benar-benar udah terbang nih.."
Entah kecamuk itu secara ajaib hilang akibat kesibukan saya mengamati jajaran awan-awan, bisa juga karena omongan sang kapten yang selalu memberikan informasi dan menjawab komunikasi melalui alat yang mirip HT.
Sang kapten dengan kata-katanya bikin pikiran saya terfokus padanya. Ia bilang, "Di bagian sana juga salah satu rombongan kita. Sama seperti di bagian kiri kita," jelas Kapten Vytas. Beberapa kali ia juga memberitahukan posisi dan menerima informasi soal arah angin dan cuaca dari base line yang mengamati cuaca.
Tak seperti di pikiran saya sebelumnya paranoid akan penerbangan ini, nyatanya penerbangan balon ini begitu halus. Seperti magic, pikiran saya tertuju hanya pada ombak awan, balon di depan, di samping yang begitu jauh dan hamparan padang pasir di bawahnya.
Tak berselang lama, Kapten Vytas mengatakan ia akan membuat balon berputar untuk memperlihatkan semua orang akan matahari yang akan terbit.
"Masyaallah, sungguh indah." Saya lupa akan fobia saya yang terganti dengan kekaguman lautan awan dan warna terbitnya matahari. Sinar merah dan oranye mendominasi langit Dubai. Suasana sepi di atas awan itu sangat hangat larut lewat keindahan yang menenangkan untuk dinikmati.
Sungguh, cahaya indah tersebut berhamburan...
.jpeg)
(Kecantikan langit dalam perjalanan hot air balloon di Dubai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Masih teringat jelas waktu Kapten Vytas mengatakan, "Kita sudah sampai di ketinggian 1 km." Dalam hati cuma bisa "Hah! Wow!" Lagi dan lagi, beruntungnya saya dikapteni Vytas yang tanpa henti membombardir penjelasan pada semua penumpangnya.
Pada beberapa titik, ia mengatakan kita melintasi properti beberapa anggota dari monarki/pemimpin Dubai. Jadilah paranoid itu tergantikan dengan perbincangan kami dengan sang kapten. Ia juga menunjuk area yang menjadi konservasi seperti The Dubai Desert Conservation Reserve (DDCR).
Sebuah tempat dari 50 jenis tumbuhan, 120 burung, dan 43 mamalia dan reptil. Cagar alam yang merupakan anggota Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam, yang telah menerima pengakuan internasional atas upaya mereka dalam melindungi habitat dan satwa liar alami.
.jpeg)
(Melewati beberapa area konservasi dan properti milik keluarga pemimpin Dubai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Meliputi luas 225 kilometer persegi, lahan ini menempati sekitar 5 persen dari total lahan di Dubai dan dipagari untuk melindungi flora dan fauna yang secara alami menghuni kawasan tersebut.
Ada juga di satu momen sang kapten juga mengatakan peak atau puncak Burj Khalifa yang denyut sinarnya berkelip sayup-sayup terlihat dari kejauahan. Beberapa tak melihatnya karena jaraknya yang sudah mencapai 1 km dari permukaan dasar gurun. Saya termasuk yang beruntung, suar redup kerlipnya terlihat di mata tipis-tipis.
Jujur saja, saya tidak merasakan penerbangan balon ini sudah sampai satu jam. Bahkan malahan sepertinya baru terasa sekitar 20 menitan saja. Dengan perjalanan yang begitu mulus, seakan kamu dibawa terbang dengan balon raksasa dan tak ada goncangan sedikit pun.
Melalui sunrise yang paling seakan-akan sejajar dengan dirimu-kira-kira 4.000 feet (setara dengan 1.219,2 meter) di ketinggian, dari ujung tepi langit, matahari yang awalnya begitu kecil dari kejauhan merambat naik dan sinarnya menghangatkan suasana.
Keindahannya di depan mata, tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Jika kamu merasakannya langsung, kamu tahu pengalamanmu lebih indah dari kata-kata ini. Saya jamin!
.jpeg)
(Mengagumi matahari terbit di atas gurun pasir Empty Quarter. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Dengan kapasitas keranjang kurang lebih 17 orang (saat itu) termasuk dengan sang kapten, perjalanan turun membuat sedikit ada rasa sedih, sebab keindahannya melampaui banyak rasa harus berakhir.
Kepulangan kami di area gurun pasir ini begitu unik. Saya secara personal yang pernah merasakan dune bashing (olahraga ekstrem dengan kecepatan mobil di atas bukit pasir) kini juga bisa melihatnya dari langit.
Gurun Empty Quarter atau secara etimologi Arab berarti Rub' al Khali, telah menantang penakut seperti saya jadi 'hilang ingatan paranoid' karena kemolekannya.
Menapak lantai gurun, Kapten Vytas melakukan hal unik. Ya, sebenarnya bisa saja keranjang masih berdiri, namun apa pun yang dilakukannya jadi memori unik pada kami. Ia merebahkan keranjang, jadilah kami duduk menghadap langit. Satu per satu di bagian paling bawah keluar dari keranjang. Disusul penumpang bagian atas.
.jpeg)
(Aneka makanan yang menyempurnakan hari dari hot air balloon di kamp. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Dijemput oleh ground staff yang cekatan, Jean telah siap mengantarkan kami ke sebuat tempat. Jean bilang ia akan mengantarkan kami ke sebuah kamp yang disebut dengan Bedouin camps. Mengadaptasi tempat tinggal tradisional yang menggunakan material dengan bahan alami, seakan-akan kami masuk rumah zaman lampau.
Dibangun dengan gaya hidup masa dahulu yang dibuat secara apik, kamp ini menyuguhkan deretan sarapan pagi dari aneka makanan Arab hingga western selepas kami turun.
Sandwhich, aneka pastry, aneka minuman teh, kopi, karak (karak tea-campuran teh, susu, air, gula, dan kapulaga), shakshouka (telur ceplok dalam saus tomat) dan masih banyak lagi. Mengudap aneka kuliner dalam cabana eksklusif di jantung oasis gurun yang tenang ini. Semuanya begitu sempurna.
Melakukan foto dengan burung elang dan seakan jadi orang Arab dalam satu hari dengan menunggangi unta, kami juga melewati konservasi Arabian Oryx yang sepintas mirip kijang di Indonesia. Oryx sendiri sejenis antelop berukuran sedang dengan tanduk panjang dan runcing.
Perjalanan berakhir dengan kendaran kece yaitu vintage Land Rover menuju base awal. Sambil tersenyum kecil, perjalanan ini pun akhirnya jadi penebusan paranoid people seperti saya. Jadi, bagi seorang parno pun, bisa menjajal atraksi ini. Sungguh tak perlu takut!
Jadi, terima kasih Dubai atas keindahan masa lampau hingga kini. Seperti quote unknown yang sering didengar-bisa saja, "Dubai tercipta, saat Tuhan sedang tersenyum.."
(Courtesy: YouTube Official of Balloon Adventures Dubai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Melarikan diri lalu menuju lengkung langit. Kini, kau telah berangkat dari pintu bayu, sambut mega nan juita...
Saatnya mengapung-lupakan dirimu dan masuk ke dalam dekapan keindahan cakrawala gurun pasir. Meleburkan diri dalam fantasi, lalui keindahannya dari batas-batas pencakar langit Dubai..
Betapa Kau lukiskan kota ini sebagai tempat dalam keajaiban, bagai kilau permata atas nuansa yang luar biasa...
Perjalanan dimulai
.jpeg)
(Mengawali perjalanan, semuanya masih terlihat gelap. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Masih teringat jelas di benak kami, pertengah Maret 2024 kemarin, pukul 4 pagi (waktu Dubai). Di bulan Ramadan, tim Medcom.id atas undangan dari Department of Economy and Tourism (DET) Dubai, bersama beberapa jurnalis merengkuh langit Dubai.
Sudah banyak keindahan yang telah kita pahami sebelumnya yakni Kota Dubai yang berkilau. Semua sudut kotanya menawarkan berbagai keindahan yang dimilikinya. Namun, kali ini berbeda. Lewat wisata Hot Air Balloon, DET Dubai memperkenalkan keindahan yang berbeda. Ya, di atas langit Dubai.
Bersama tim dan kru dari Balloon Adventures Dubai, kami lalui waktu pagi buta. Semuanya berawal di pukul 4.20 saat Jean, salah satu kru yang mengantar kami tiba di lobi Rove City Walk Hotel, Al Badaa Street - Al Wasl.
Tak dipungkiri, bangun di pagi buta bikin semangat tak meraja. Bola mata juga bagai tak kuasa. Namun, anggap saja, semua ini tak akan sia-sia. Lalui jalan di pagi buta, kami pahami indahnya Dubai dalam balutan kabut nan dingin dan sepi. Di jalan yang tak sampai satu jam itu, kami pun sampai ke sebuah pintu masuk lalu terlihat gurun luas.
Gelap. Ya, pemandangan pertama kami bagai tak bernyala. Udara dingin menembus baju. Namun, berbagai kru dari Balloon Adventures Dubai lantas sigap menyatukan kami. Dipimpin Kapten Vytautas Samarinas sebagai pilot keranjang hot air balloon kami, ia memberikan safty briefing.
Menembus akrofobia, resapi penerbangan disapa matahari
.jpeg)
(Perlahan balon raksasa ini membawa keindahan yang tak ternilai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Sebagai jurnalis, saya harus melaksanakan tugas-walaupun secara personal saya memiliki fobia ketinggian. Ya, saya punya akrofobia, yaitu fobia akan ketinggian. Perasaan campur aduk tergambar di wajah saya. Saat semua orang sibuk dengan safty belt, saya masih tertegun melihat semuanya di sekeliling.
Bagai angin ribut di benak saya. Lalu, satu kru menghampiri. "Anda belum pakai safty belt?" katanya. "Belum," jawab saya singkat. Mungkin ada untungnya, angin ribut di benak saya itu bertabrakan dengan rasa kantuk saya. Rasanya seperti membalikkan tangan, beberapa menit setelahnya diikuti dengan instruksi keselamatan dari Kapten Vytas. Rasanya menit-menit awal itu saya enggak ngerti-ngerti amat jadinya.
Dalam batin saya berkata, "Skenario terburuk, saya nangis di atas awan (akibat ketakutan)." Ya, paling tidak, saya telah menjalankan tugas sebagai jurnalis. Begitu.
Saat satu per satu dari kami naik ke dalam keranjang balon-masih dalam amukan batin dan pikiran yang ke mana-mana, saya diinstruksikan naik melalui celah kotak di sekitar keranjangnya. Karena takut, saya menahan-nahan diri biar jadi yang terakhir naik.
Tapi, waktunya tiba. Saya menaiki tangga kecil untuk masuk ke dalam keranjang. Mila, salah satu jurnalis dari Tempo berada di sisi paling ujung. "Ya, kalau saya takut, saya pegangan sama dia aja..." dalam hati.
Kapten Vytas yang fasih bicara bahasa Inggris itu menarik-narik tuas mesin api di bagian tengah. Sejurus jitu, keranjang mulai meninggalkan daratan gurun. Keranjang mengarah ke kiri ke kanan beberapa kali.
Saya ingat betul, keranjang itu melayang 10 cm di atas permukaan gurun pasir, lalu 15 cm, lalu 20 cm dan tepuk tangan semua kru di bawah menandakan selamat tinggal sambil memberi semangat dengan berteriak. "Wooohooo!!" seru mereka. Lalu saya menarik napas dalam-dalam. "Bismillah," ujar saya dalam hati.
Terbang dalam cakrawala
.jpeg)
(Cantiknya matahari terbit di atas gurun pasir Dubai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Sejak didirikan tahun 2005, Balloon Adventures Dubai adalah perusahaan pertama sebagai pioneer balon udara yang paling lama beroperasi di Dubai. Dengan pengalaman 28 tahun di bidang penerbangan, standar keselamatan tertinggi di industri dijunjung tinggi-tinggi.
Tak terasa sepertinya saya telah terbang di ketinggian kira-kira 40-50 meter dari batas bawah gurun dan terus menaik. Dan gemuruh pikiran fobia saya tiba-tiba saja terhenti. "Wah, benar-benar udah terbang nih.."
Entah kecamuk itu secara ajaib hilang akibat kesibukan saya mengamati jajaran awan-awan, bisa juga karena omongan sang kapten yang selalu memberikan informasi dan menjawab komunikasi melalui alat yang mirip HT.
Sang kapten dengan kata-katanya bikin pikiran saya terfokus padanya. Ia bilang, "Di bagian sana juga salah satu rombongan kita. Sama seperti di bagian kiri kita," jelas Kapten Vytas. Beberapa kali ia juga memberitahukan posisi dan menerima informasi soal arah angin dan cuaca dari base line yang mengamati cuaca.
Tak seperti di pikiran saya sebelumnya paranoid akan penerbangan ini, nyatanya penerbangan balon ini begitu halus. Seperti magic, pikiran saya tertuju hanya pada ombak awan, balon di depan, di samping yang begitu jauh dan hamparan padang pasir di bawahnya.
Tak berselang lama, Kapten Vytas mengatakan ia akan membuat balon berputar untuk memperlihatkan semua orang akan matahari yang akan terbit.
"Masyaallah, sungguh indah." Saya lupa akan fobia saya yang terganti dengan kekaguman lautan awan dan warna terbitnya matahari. Sinar merah dan oranye mendominasi langit Dubai. Suasana sepi di atas awan itu sangat hangat larut lewat keindahan yang menenangkan untuk dinikmati.
Sungguh, cahaya indah tersebut berhamburan...
.jpeg)
(Kecantikan langit dalam perjalanan hot air balloon di Dubai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Melewati properti anggota kerajaan dan area konservasi
Masih teringat jelas waktu Kapten Vytas mengatakan, "Kita sudah sampai di ketinggian 1 km." Dalam hati cuma bisa "Hah! Wow!" Lagi dan lagi, beruntungnya saya dikapteni Vytas yang tanpa henti membombardir penjelasan pada semua penumpangnya.
Pada beberapa titik, ia mengatakan kita melintasi properti beberapa anggota dari monarki/pemimpin Dubai. Jadilah paranoid itu tergantikan dengan perbincangan kami dengan sang kapten. Ia juga menunjuk area yang menjadi konservasi seperti The Dubai Desert Conservation Reserve (DDCR).
Sebuah tempat dari 50 jenis tumbuhan, 120 burung, dan 43 mamalia dan reptil. Cagar alam yang merupakan anggota Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam, yang telah menerima pengakuan internasional atas upaya mereka dalam melindungi habitat dan satwa liar alami.
.jpeg)
(Melewati beberapa area konservasi dan properti milik keluarga pemimpin Dubai. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Meliputi luas 225 kilometer persegi, lahan ini menempati sekitar 5 persen dari total lahan di Dubai dan dipagari untuk melindungi flora dan fauna yang secara alami menghuni kawasan tersebut.
Ada juga di satu momen sang kapten juga mengatakan peak atau puncak Burj Khalifa yang denyut sinarnya berkelip sayup-sayup terlihat dari kejauahan. Beberapa tak melihatnya karena jaraknya yang sudah mencapai 1 km dari permukaan dasar gurun. Saya termasuk yang beruntung, suar redup kerlipnya terlihat di mata tipis-tipis.
Saatnya turun dari 'langit'
Jujur saja, saya tidak merasakan penerbangan balon ini sudah sampai satu jam. Bahkan malahan sepertinya baru terasa sekitar 20 menitan saja. Dengan perjalanan yang begitu mulus, seakan kamu dibawa terbang dengan balon raksasa dan tak ada goncangan sedikit pun.
Melalui sunrise yang paling seakan-akan sejajar dengan dirimu-kira-kira 4.000 feet (setara dengan 1.219,2 meter) di ketinggian, dari ujung tepi langit, matahari yang awalnya begitu kecil dari kejauhan merambat naik dan sinarnya menghangatkan suasana.
Keindahannya di depan mata, tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Jika kamu merasakannya langsung, kamu tahu pengalamanmu lebih indah dari kata-kata ini. Saya jamin!
.jpeg)
(Mengagumi matahari terbit di atas gurun pasir Empty Quarter. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Dengan kapasitas keranjang kurang lebih 17 orang (saat itu) termasuk dengan sang kapten, perjalanan turun membuat sedikit ada rasa sedih, sebab keindahannya melampaui banyak rasa harus berakhir.
Kepulangan kami di area gurun pasir ini begitu unik. Saya secara personal yang pernah merasakan dune bashing (olahraga ekstrem dengan kecepatan mobil di atas bukit pasir) kini juga bisa melihatnya dari langit.
Gurun Empty Quarter atau secara etimologi Arab berarti Rub' al Khali, telah menantang penakut seperti saya jadi 'hilang ingatan paranoid' karena kemolekannya.
Menapak lantai gurun, Kapten Vytas melakukan hal unik. Ya, sebenarnya bisa saja keranjang masih berdiri, namun apa pun yang dilakukannya jadi memori unik pada kami. Ia merebahkan keranjang, jadilah kami duduk menghadap langit. Satu per satu di bagian paling bawah keluar dari keranjang. Disusul penumpang bagian atas.
.jpeg)
(Aneka makanan yang menyempurnakan hari dari hot air balloon di kamp. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)
Dijemput oleh ground staff yang cekatan, Jean telah siap mengantarkan kami ke sebuat tempat. Jean bilang ia akan mengantarkan kami ke sebuah kamp yang disebut dengan Bedouin camps. Mengadaptasi tempat tinggal tradisional yang menggunakan material dengan bahan alami, seakan-akan kami masuk rumah zaman lampau.
Dibangun dengan gaya hidup masa dahulu yang dibuat secara apik, kamp ini menyuguhkan deretan sarapan pagi dari aneka makanan Arab hingga western selepas kami turun.
Sandwhich, aneka pastry, aneka minuman teh, kopi, karak (karak tea-campuran teh, susu, air, gula, dan kapulaga), shakshouka (telur ceplok dalam saus tomat) dan masih banyak lagi. Mengudap aneka kuliner dalam cabana eksklusif di jantung oasis gurun yang tenang ini. Semuanya begitu sempurna.
Melakukan foto dengan burung elang dan seakan jadi orang Arab dalam satu hari dengan menunggangi unta, kami juga melewati konservasi Arabian Oryx yang sepintas mirip kijang di Indonesia. Oryx sendiri sejenis antelop berukuran sedang dengan tanduk panjang dan runcing.
Perjalanan berakhir dengan kendaran kece yaitu vintage Land Rover menuju base awal. Sambil tersenyum kecil, perjalanan ini pun akhirnya jadi penebusan paranoid people seperti saya. Jadi, bagi seorang parno pun, bisa menjajal atraksi ini. Sungguh tak perlu takut!
Jadi, terima kasih Dubai atas keindahan masa lampau hingga kini. Seperti quote unknown yang sering didengar-bisa saja, "Dubai tercipta, saat Tuhan sedang tersenyum.."
(Courtesy: YouTube Official of Balloon Adventures Dubai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)