FITNESS & HEALTH
Celine Dion Terkena Sindrom Neurologis Langka, Berikut Penjelasan Pakar
Antara
Sabtu 10 Desember 2022 / 16:14
Jakarta: Penyanyi Céline Dion baru-baru ini mengungkapkan dirinya didiagnosis mengalami kelainan neurologis langka atau kerap disebut Stiff-person syndrome. Kelainan ini menyebabkan kejang otot yang parah dan menjadi alasan kuatnya untuk membatalkan pertunjukannya di musim panas.
Seperti disiarkan LiveScience, Sabtu, Stiff-person syndrome memengaruhi sekitar 1 sampai 2 dari 1 juta orang, menurut Johns Hopkins Medicine. Pusat Informasi Penyakit Genetik dan Langka (GARD) menyatakan kondisi ini memengaruhi wanita dua kali lebih banyak daripada pria.
Sindrom tersebut kemungkinan disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang secara tidak sengaja menyerang sel-sel saraf di otak dan sumsum tulang belakang. Sel-sel saraf ini biasanya akan membantu mengendalikan kontraksi otot.
Menurut GARD pada pasien, terjadi kekakuan spontan pada batang tubuh dan anggota badan, serta kejang otot yang hebat dan sporadis. Suara keras, gerakan tiba-tiba, dan tekanan emosional dapat memicu kejang yang terkadang cukup kuat untuk mematahkan tulang ini.
Salah satu reaksi autoimun yang diduga menyebabkan sindrom tersebut secara khusus menargetkan enzim yang disebut dekarboksilase asam glutamat (GAD) yang diperlukan untuk menghasilkan GABA. GABA berfungsi sebagai rem untuk sel-sel saraf pengontrol otot, jadi ketika GABA terlalu sedikit, maka rem terlepas dan sel-sel dapat bergeser.
Data memperkirakan sebanyak 60 persen sampai 80 persen pasien dengan sindrom ini membawa antibodi terhadap GAD. Antibodi GAD tertentu juga ditemukan pada penderita diabetes tipe 1, yang menyebabkan sistem kekebalan menyerang sel penghasil insulin di pankreas.
Orang dengan sindrom ini seringkali menderita diabetes tipe 1 atau kelainan autoimun lainnya, seperti vitiligo atau anemia pernisiosa. Orang dengan jenis kanker tertentu juga memiliki risiko tinggi terkena sindrom tersebut, meskipun tidak jelas alasannya.
Tidak ada obat untuk sindrom ini, sehingga perawatan ditujukan untuk meredakan gejala. Direktur Johns Hopkins's Stiff Person Syndrome Center Dr. Scott Newsome mengatakan, secara umum, obat-obatan yang digunakan untuk mengobati sindrom bertindak sebagai pengganti GABA pasien yang hilang atau membantu menekan aktivitas autoimun berbahaya.
Perawatan ini dapat mencakup obat penenang, pelemas otot, steroid, dan imunoterapi. Toksin botulinum (BOTOX) juga dapat digunakan untuk mengobati kejang otot dan kekakuan, dan berbagai terapi fisik dan pekerjaan juga dapat membantu pasien. Tingkat keparahan gejala dan tingkat penurunan bervariasi antara orang.
Beberapa pasien merasakan gejala mereka stabil untuk sementara waktu sementara yang lain terus memburuk, menurut Cleveland Clinic. Meskipun sindrom ini dapat ditangani dengan pengobatan, namun dapat menyebabkan komplikasi yang mempersingkat harapan hidup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Seperti disiarkan LiveScience, Sabtu, Stiff-person syndrome memengaruhi sekitar 1 sampai 2 dari 1 juta orang, menurut Johns Hopkins Medicine. Pusat Informasi Penyakit Genetik dan Langka (GARD) menyatakan kondisi ini memengaruhi wanita dua kali lebih banyak daripada pria.
Sindrom tersebut kemungkinan disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang secara tidak sengaja menyerang sel-sel saraf di otak dan sumsum tulang belakang. Sel-sel saraf ini biasanya akan membantu mengendalikan kontraksi otot.
Menurut GARD pada pasien, terjadi kekakuan spontan pada batang tubuh dan anggota badan, serta kejang otot yang hebat dan sporadis. Suara keras, gerakan tiba-tiba, dan tekanan emosional dapat memicu kejang yang terkadang cukup kuat untuk mematahkan tulang ini.
Salah satu reaksi autoimun yang diduga menyebabkan sindrom tersebut secara khusus menargetkan enzim yang disebut dekarboksilase asam glutamat (GAD) yang diperlukan untuk menghasilkan GABA. GABA berfungsi sebagai rem untuk sel-sel saraf pengontrol otot, jadi ketika GABA terlalu sedikit, maka rem terlepas dan sel-sel dapat bergeser.
Data memperkirakan sebanyak 60 persen sampai 80 persen pasien dengan sindrom ini membawa antibodi terhadap GAD. Antibodi GAD tertentu juga ditemukan pada penderita diabetes tipe 1, yang menyebabkan sistem kekebalan menyerang sel penghasil insulin di pankreas.
Orang dengan sindrom ini seringkali menderita diabetes tipe 1 atau kelainan autoimun lainnya, seperti vitiligo atau anemia pernisiosa. Orang dengan jenis kanker tertentu juga memiliki risiko tinggi terkena sindrom tersebut, meskipun tidak jelas alasannya.
Tidak ada obat untuk sindrom ini, sehingga perawatan ditujukan untuk meredakan gejala. Direktur Johns Hopkins's Stiff Person Syndrome Center Dr. Scott Newsome mengatakan, secara umum, obat-obatan yang digunakan untuk mengobati sindrom bertindak sebagai pengganti GABA pasien yang hilang atau membantu menekan aktivitas autoimun berbahaya.
Perawatan ini dapat mencakup obat penenang, pelemas otot, steroid, dan imunoterapi. Toksin botulinum (BOTOX) juga dapat digunakan untuk mengobati kejang otot dan kekakuan, dan berbagai terapi fisik dan pekerjaan juga dapat membantu pasien. Tingkat keparahan gejala dan tingkat penurunan bervariasi antara orang.
Beberapa pasien merasakan gejala mereka stabil untuk sementara waktu sementara yang lain terus memburuk, menurut Cleveland Clinic. Meskipun sindrom ini dapat ditangani dengan pengobatan, namun dapat menyebabkan komplikasi yang mempersingkat harapan hidup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)