FITNESS & HEALTH

Waspada Eksaserbasi, Lanjutan Keparahan dari PPOK

Medcom
Selasa 30 Mei 2023 / 14:13
Jakarta: Penyakit Paru Obstruksi Kronik atau disingkat sebagai PPOK adalah kondisi peradangan pada paru-paru yang berlangsung dalam jangka panjang. Penyakit ini tak jarang terlambat terdeteksi.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi PPOK mencapai 3,7 persen. Sedangkan data dari Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK PDPI Edisi 2016 menyebutkan bahwa, prevalensi PPOK di Indonesia mencapai 5.6 persen, atau sekitar 8,5 juta jiwa.

Dengan data yang tak bisa dibilang sedikit, masih banyak orang-orang menyepelekan deteksi dini dan mencegah dari faktor risiko. Pasien baru sadar dengan gangguan PPOK ketika sudah mengganggu aktivitas mereka. Ini biasanya ditandai dengan eksaserbasi.

Hal ini dikuatkan oleh pernyataan dr. Triya Damayanti, Sp.P(K), Ph.D selaku Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Gejala yang dianggap biasa, menjadi faktor orang-orang enggan memeriksakan diri. Jika berlanjut, akan sulit penanganannya dan risiko perburukan semakin besar.

"Pada kondisi yang lebih buruk, pasien bisa mengalami eksaserbasi PPOK. Kondisi ini merupakan gejala lanjutan yang ditandai dengan peningkatan sesak napas maupun batuk dan sputum yang memburuk selama kurang dari 14 hari," kata dr. Triya dalam acara 'Kenali PPOK, Lindungi Parumu', Senin, 29 Mei 2023.

Selain sesak napas, eksaserbasi PPOK juga bisa ditandai dengan kondisi napas dengan laju nadi yang kian cepat. Seseorang yang mengalaminya, akan lebih rentan memiliki penyakit lain, terutama terkait dengan infeksi. Maka dari itu, penting untuk segera memeriksakan diri jika ada gejala.

Eksaserbasi tentu memiliki gejala lainnya. Gejala yang perlu diperhatikan, yakni ketidakmampuan untuk mengatur napas, detak jantung menjadi cepat, kuku ataupun bibir yang memucat sebagai tanda kekurangan oksigen, peningkatan produksi lendir, serta demam.

Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Prof. dr. Wiwien Heru Wiyono, PhD, Sp.P (K) menyatakan eksaserbasi dapat turut mempercepat penurunan fungsi paru dari pasien PPOK. Pasien akhirnya menjadi sulit melakukan aktivitas fisik, kualitas hidup juga menjadi lebih buruk, serta meningkatkan risiko kematian.

"Setiap kali eksaserbasi PPOK terjadi, mungkin meninggalkan kerusakan paru permanen dan ireversibel, sehingga lebih sulit bagi pasien untuk bernapas dan meningkatkan perkembangan gejala yang lebih buruk kedepannya," tuturnya.

Penyakit ini tentunya dapat memburuk jika tidak diatasi dengan baik. Perburukan PPOK umumnya berkembang secara bertahap dan sering tidak terdiagnosis dengan optimal. Ditambah, sebenarnya pengidap kerap sulit untuk pergi ke fasilitas layanan kesehatan untuk mengobati diri.

"Pasien PPOK umumnya enggan mengunjungi fasilitas kesehatan, sehingga keadaan ini sukar ditangani akibat kondisi pasien yang terlanjur memburuk," lanjut dr. Wiwien.

Untuk mencegah perburukan, terutama telah mencapai eksaserbasi, diperlukan kesadaran bersama, baik itu tenaga kesehatan maupun pasien sendiri. Hal ini untuk memahami sifat dan perjalanan PPOK, juga untuk mengawali pengobatan PPOK yang tepat lebih dini.

Aulia Putriningtias

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH