FITNESS & HEALTH

Penyakit Kusta Disebabkan karena Kutukan, Mitos atau Fakta?

Raka Lestari
Jumat 05 Februari 2021 / 12:05
Jakarta: Kusta merupakan merupakan infeksi pada saraf dan kulit yang disebabkan oleh mikobakteri. Penularannya melalui pernapasan, udara, dan kontak langsung dengan penderita yang belum diobati.

Sayangnya, sampai saat ini masih ada masyarakat yang menganggap bahwa kusta ini merupakan penyakit yang terjadi karena kutukan. Nah, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menepisnya dengan beberapa penjelasan berikut ini.

“Kalau kita bicara mengenai penyakit kusta ini, sebenarnya sudah lama sekali ya. Kita tahu banyak sekali rumah sakit yang dulu dikhususkan untuk merawat penderita kusta,” ujar dr. Nadia yang juga Direktur Pencegahan dan Penyakit Menular Langsung, pada acara Temu Media Hari Kusta Sedunia 2021 pada Jumat, 29 Januari 2021.

Permasalahannya, menurut dr. Nadia, kusta ini penyakit yang sudah sangat lama dan kadang-kadang kita tidak tahu menderita kusta, karena sifatnya hanya bercak yang kadang diartikan sebagai penyakit kulit biasa atau panu. Sehingga penderita tidak merasa terganggu dan menyadari bahwa dirasakan juga ada kelainan pada kulit yaitu mati rasa.

“Inilah tanda awal kusta. Kalau masyarakat, biasanya ketika ada bercak dan bercak tersebut menyebabkan mati rasa misalnya ditusuk-tusuk jarum tidak ada rasaya, maka itu tanda-tanda kusta. Kalau tidak diobati, akan menimbulkan kecacatan,” ujar dr. Nadia.

Menurut dr. Nadia, masyarakat juga masih banyak yang menganggap bahwa pasien kusta ini harus dijauhkan. Sehingga ada banyak yang tidak mau mengakui bahwa penderita kusta ini merupakan anggota keluarganya. Diskriminasi ini masih sering terjadi.

“Penyebab kusta ini adalah mycobacterium lepra. Awalnya akan terjadi bercak pada kulit, kemudian menyebabkan mati rasa. Ini disebabkan karena kita tahu, kusta menyerang kulit, saraf teepi, maupun organ tubuh lainnya,” ujar dr. Nadia.

Menurutnya, kecacatan yang seringkali disebabkan oleh penyakit kusta dan sangat terlihat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, maupun perlakukan diskiriminasi dari lingkungan sekitar.

“Masih ada juga yang menganggap bahwa kusta ini adalah karena kutukan atau guna-guna, kemudian karena menderita dosa yang dialami oleh seseorang,” tutup dr. Nadia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH