FITNESS & HEALTH
Pemerintah Luncurkan PCEM untuk Eliminasi Malaria di Indonesia
Yatin Suleha
Minggu 15 Juni 2025 / 11:10
Jakarta: Pemerintah Indonesia meluncurkan inisiatif nasional bertajuk Presidential Call to End Malaria (PCEM) sebagai bagian dari upaya strategis untuk mengeliminasi malaria di seluruh wilayah Indonesia.
Inisiatif ini akan diluncurkan secara resmi dalam Asia Pacific Leaders’ Summit on Malaria Elimination yang akan digelar pada 16–17 Juni 2025 di Bali.
Baca juga: SBY: Indonesia Bisa Menjadi Role Model Pemberantasan Malaria
Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Ina Agustina menekankan bahwa meskipun Indonesia bukan negara dengan kasus malaria tertinggi di dunia, namun tetap berada pada peringkat ke-32 secara global dan peringkat kedua di Asia Tenggara setelah India.
“Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan membutuhkan komitmen kuat dari seluruh pihak untuk percepatan eliminasinya,” ujar Ina.
Ina menjelaskan bahwa malaria di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, dengan penularan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Penanganan malaria dilakukan melalui pemeriksaan mikroskop, Rapid Diagnostic Test (RDT), PCR, serta pengobatan dengan ACT dan Primaquin, tergantung jenis parasitnya.
Menurut Ina, sebagian besar kasus malaria di Indonesia, lebih dari 90 persen, berasal dari wilayah Papua.
“Namun, ironisnya, tingkat penemuan kasus di sana masih rendah. Tahun 2024 baru mencapai 54 persen dari estimasi, walau itu sudah membaik dari sebelumnya di bawah 40 persen,” jelasnya.
Salah satu tantangan besar dalam eliminasi malaria adalah keberadaan populasi berpindah atau mobile migrant population (MMP), seperti pekerja hutan dan masyarakat adat yang sering berpindah-pindah.
.jpg)
(Saat seseorang terkena gigitan nyamuk yang memiliki parasit malaria ini, maka ia akan mengalami gejala seperti demam, menggigil, dan kondisi lain, dan jika tidak diobati, malaria dapat mengalami komplikasi parah dan meninggal. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
“Mereka berada di wilayah reseptif malaria dan sulit dijangkau pelayanan kesehatan,” tambah Ina.
Masalah juga muncul dari daerah-daerah yang sudah ditetapkan bebas malaria namun tetap mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB), seperti yang terjadi di Rokan Hilir (2024) dan Pohuwato (2025).
“Ini membuktikan bahwa kewaspadaan tetap diperlukan bahkan di daerah yang sudah eliminasi,” ujar Ina.
PCEM diharapkan menjadi gerakan lintas sektor untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Inisiatif ini adalah ajakan dari Presiden kepada seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama mengisi kesenjangan dalam penanganan malaria. Mulai dari pemerintah pusat, daerah, akademisi, dunia usaha, media, hingga masyarakat.
Dalam acara peluncuran PCEM, enam gubernur dari wilayah Papua juga akan menandatangani komitmen eliminasi malaria.
Langkah ini diharapkan menjadi contoh bagi kepala daerah lain untuk mengikuti jejak yang sama dalam memperkuat langkah-langkah pengendalian malaria.
Kepala Pusat Kebijakan Strategi dan Tata Kelola Kesehatan Global Kemenkes Harditya Suryawanto mengatakan bahwa peluncuran PCEM akan menjadi bagian dari agenda Asia Pacific Leaders’ Summit di Bali.
“Summit ini bertujuan mendorong komitmen politik tingkat tinggi dan kolaborasi antarnegara untuk mengeliminasi malaria di kawasan pada 2030,” ucap Harditya.
Ia menambahkan hingga saat ini, hampir 200 peserta telah mengonfirmasi kehadiran, termasuk tujuh Menteri Kesehatan dari negara-negara Asia Pasifik, serta tokoh-tokoh dari WHO, Gates Foundation, dan Global Fund.
“Ini menunjukkan dukungan luas terhadap perjuangan bersama melawan malaria,” ujarnya.
Wakil Presiden Eksekutif, Strategi Asia-Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) Xavier Chan menyoroti pentingnya komitmen politik dan dukungan pendanaan.
“Aliansi kami dibentuk untuk memperkuat kepemimpinan politik negara-negara Asia Timur agar eliminasi malaria pada 2030 dapat tercapai,” ujarnya.
Chan juga menyebut bahwa pihaknya bekerja sama erat dengan pemerintah Indonesia dan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjadi penasihat khusus APLMA.
Baca juga: Mengapa Keberhasilan Eliminasi Malaria di Indonesia dan Asia Pasifik Tergantung dari Tanah Papua?
“Kami menyediakan peta jalan eliminasi malaria serta platform pemantauan melalui dasbor digital untuk memastikan progres yang terukur,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Inisiatif ini akan diluncurkan secara resmi dalam Asia Pacific Leaders’ Summit on Malaria Elimination yang akan digelar pada 16–17 Juni 2025 di Bali.
Baca juga: SBY: Indonesia Bisa Menjadi Role Model Pemberantasan Malaria
Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Ina Agustina menekankan bahwa meskipun Indonesia bukan negara dengan kasus malaria tertinggi di dunia, namun tetap berada pada peringkat ke-32 secara global dan peringkat kedua di Asia Tenggara setelah India.
“Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius dan membutuhkan komitmen kuat dari seluruh pihak untuk percepatan eliminasinya,” ujar Ina.
Ina menjelaskan bahwa malaria di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, dengan penularan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Penanganan malaria dilakukan melalui pemeriksaan mikroskop, Rapid Diagnostic Test (RDT), PCR, serta pengobatan dengan ACT dan Primaquin, tergantung jenis parasitnya.
Menurut Ina, sebagian besar kasus malaria di Indonesia, lebih dari 90 persen, berasal dari wilayah Papua.
“Namun, ironisnya, tingkat penemuan kasus di sana masih rendah. Tahun 2024 baru mencapai 54 persen dari estimasi, walau itu sudah membaik dari sebelumnya di bawah 40 persen,” jelasnya.
Salah satu tantangan besar dalam eliminasi malaria adalah keberadaan populasi berpindah atau mobile migrant population (MMP), seperti pekerja hutan dan masyarakat adat yang sering berpindah-pindah.
.jpg)
(Saat seseorang terkena gigitan nyamuk yang memiliki parasit malaria ini, maka ia akan mengalami gejala seperti demam, menggigil, dan kondisi lain, dan jika tidak diobati, malaria dapat mengalami komplikasi parah dan meninggal. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
“Mereka berada di wilayah reseptif malaria dan sulit dijangkau pelayanan kesehatan,” tambah Ina.
Masalah juga muncul dari daerah-daerah yang sudah ditetapkan bebas malaria namun tetap mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB), seperti yang terjadi di Rokan Hilir (2024) dan Pohuwato (2025).
“Ini membuktikan bahwa kewaspadaan tetap diperlukan bahkan di daerah yang sudah eliminasi,” ujar Ina.
PCEM diharapkan menjadi gerakan lintas sektor untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Inisiatif ini adalah ajakan dari Presiden kepada seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama mengisi kesenjangan dalam penanganan malaria. Mulai dari pemerintah pusat, daerah, akademisi, dunia usaha, media, hingga masyarakat.
Dalam acara peluncuran PCEM, enam gubernur dari wilayah Papua juga akan menandatangani komitmen eliminasi malaria.
Langkah ini diharapkan menjadi contoh bagi kepala daerah lain untuk mengikuti jejak yang sama dalam memperkuat langkah-langkah pengendalian malaria.
Kepala Pusat Kebijakan Strategi dan Tata Kelola Kesehatan Global Kemenkes Harditya Suryawanto mengatakan bahwa peluncuran PCEM akan menjadi bagian dari agenda Asia Pacific Leaders’ Summit di Bali.
“Summit ini bertujuan mendorong komitmen politik tingkat tinggi dan kolaborasi antarnegara untuk mengeliminasi malaria di kawasan pada 2030,” ucap Harditya.
Ia menambahkan hingga saat ini, hampir 200 peserta telah mengonfirmasi kehadiran, termasuk tujuh Menteri Kesehatan dari negara-negara Asia Pasifik, serta tokoh-tokoh dari WHO, Gates Foundation, dan Global Fund.
“Ini menunjukkan dukungan luas terhadap perjuangan bersama melawan malaria,” ujarnya.
Wakil Presiden Eksekutif, Strategi Asia-Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) Xavier Chan menyoroti pentingnya komitmen politik dan dukungan pendanaan.
“Aliansi kami dibentuk untuk memperkuat kepemimpinan politik negara-negara Asia Timur agar eliminasi malaria pada 2030 dapat tercapai,” ujarnya.
Chan juga menyebut bahwa pihaknya bekerja sama erat dengan pemerintah Indonesia dan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjadi penasihat khusus APLMA.
Baca juga: Mengapa Keberhasilan Eliminasi Malaria di Indonesia dan Asia Pasifik Tergantung dari Tanah Papua?
“Kami menyediakan peta jalan eliminasi malaria serta platform pemantauan melalui dasbor digital untuk memastikan progres yang terukur,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)