FITNESS & HEALTH
Varian Omicron: Berkembang Cepat di Pernapasan, Lambat di Paru-paru
A. Firdaus
Sabtu 26 Februari 2022 / 16:20
Jakarta: Dalam menghadapi pandemi Covid-19 selama dua tahun ke belakang, para ahli kesehatan sudah lebih memahami pola-pola dan karakteristik penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2. Salah satunya, Varian Omicron yang punya ciri khas tersendiri.
Menurut para ahli, meski kecepatan penularan varian Omicron lebih cepat dari Delta, namun ada harapan puncak Omicron juga akan lebih cepat melandai tanpa harus banyak pasien yang dirawat maupun menelan korban jiwa, melebihi gelombang Delta terdahulu.
"Tanpa bermaksud mensyukuri suatu musibah, Omicron ini kita ketahui bisa menyebar dengan cepat, tapi harapannya puncaknya nanti segera turun. Kita bersyukur walaupun angka penularannya cepat, namun angka perawatan pasien di rumah sakit masih signifikan di bawah gelombang Delta Juli 2021 lalu,” kata dr. Tonang Dwi Ardiyanto Sp PK., PhD., Juru Bicara Satgas COVID-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS).
Subvarian Omicron BA.1 menurut dr. Tonang memiliki karakteristik cepat berkembang di saluran pernapasan, tapi lambat berkembang di paru-paru. Inilah yang diduga menjadi salah satu faktor gejala yang dialami pasien terinfeksi Omicron cenderung lebih ringan daripada varian Delta.
"Tapi kita patut khawatir dengan subvarian Omicron BA.2 yang kemampuan berkembang di paru-paru bisa mendekati kemampuan Delta,” jelas dr. Tonang.
Diakui oleh dr. Tonang, rata-rata derajat keparahan penyakit pada pasien terinfeksi Omicron ini memang lebih ringan daripada varian Delta tahun lalu. Tapi ia mewanti-wanti subvarian Omicron BA.2. Namun begitu ia berharap dengan banyaknya yang mendapat kekebalan alami dari infeksi dan ditambah makin banyak yang divaksinasi, varian virus ini tidak akan berkembang lebih jauh lagi.
"Saya yang termasuk mempercayai apabila varian baru mendominasi maka pelan-pelan varian sebelumnya berkurang. Tapi sebenarnya kita tidak perlu terjebak dengan Omicron dan Delta," ucap dr. Tonang.
Karena semuanya sama-sama virus Covid-19. Hanya saja semua varian virus ini berisiko membuat pasiennya bergejala berat. Perkara Omicron atau bukan itu kepentingannya untuk epidemiologis, agar bisa memetakan dan melihat tren ke depan. Tapi bagi masyarakat, apapun varian Covid-19 yang menginfeksinya, cara penanganannya sama.
Saat ini jumlah kasus dirawat di rumah sakit UNS sedikit mengalami peningkatan. Akan tetapi saat dibandingkan dengan gelombang Delta yang lalu relatif lebih rendah.
"Kalau di saat gelombang Delta yang lalu kita mengalih fungsikan lebih dari separuh tempat tidur, hampir 70% disediakan untuk penanganan Covid-19. Saat ini hanya sekitar 40% yang kami siapkan dan itu belum penuh,” pungkas dr. Tonang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Menurut para ahli, meski kecepatan penularan varian Omicron lebih cepat dari Delta, namun ada harapan puncak Omicron juga akan lebih cepat melandai tanpa harus banyak pasien yang dirawat maupun menelan korban jiwa, melebihi gelombang Delta terdahulu.
"Tanpa bermaksud mensyukuri suatu musibah, Omicron ini kita ketahui bisa menyebar dengan cepat, tapi harapannya puncaknya nanti segera turun. Kita bersyukur walaupun angka penularannya cepat, namun angka perawatan pasien di rumah sakit masih signifikan di bawah gelombang Delta Juli 2021 lalu,” kata dr. Tonang Dwi Ardiyanto Sp PK., PhD., Juru Bicara Satgas COVID-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS).
Subvarian Omicron BA.1 menurut dr. Tonang memiliki karakteristik cepat berkembang di saluran pernapasan, tapi lambat berkembang di paru-paru. Inilah yang diduga menjadi salah satu faktor gejala yang dialami pasien terinfeksi Omicron cenderung lebih ringan daripada varian Delta.
"Tapi kita patut khawatir dengan subvarian Omicron BA.2 yang kemampuan berkembang di paru-paru bisa mendekati kemampuan Delta,” jelas dr. Tonang.
Diakui oleh dr. Tonang, rata-rata derajat keparahan penyakit pada pasien terinfeksi Omicron ini memang lebih ringan daripada varian Delta tahun lalu. Tapi ia mewanti-wanti subvarian Omicron BA.2. Namun begitu ia berharap dengan banyaknya yang mendapat kekebalan alami dari infeksi dan ditambah makin banyak yang divaksinasi, varian virus ini tidak akan berkembang lebih jauh lagi.
"Saya yang termasuk mempercayai apabila varian baru mendominasi maka pelan-pelan varian sebelumnya berkurang. Tapi sebenarnya kita tidak perlu terjebak dengan Omicron dan Delta," ucap dr. Tonang.
Karena semuanya sama-sama virus Covid-19. Hanya saja semua varian virus ini berisiko membuat pasiennya bergejala berat. Perkara Omicron atau bukan itu kepentingannya untuk epidemiologis, agar bisa memetakan dan melihat tren ke depan. Tapi bagi masyarakat, apapun varian Covid-19 yang menginfeksinya, cara penanganannya sama.
Saat ini jumlah kasus dirawat di rumah sakit UNS sedikit mengalami peningkatan. Akan tetapi saat dibandingkan dengan gelombang Delta yang lalu relatif lebih rendah.
"Kalau di saat gelombang Delta yang lalu kita mengalih fungsikan lebih dari separuh tempat tidur, hampir 70% disediakan untuk penanganan Covid-19. Saat ini hanya sekitar 40% yang kami siapkan dan itu belum penuh,” pungkas dr. Tonang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)