FAMILY
Riset Membuktikan Esports Berdampak Positif buat Pelajar, Ini Kata Pakar
Kautsar Halim
Jumat 02 September 2022 / 12:00
Jakarta: Hasil riset MABAR Esports Students Athlete Research menunjukkan bahwa bermain gim kompetitif dapat membantu pelajar mengembangkan kepribadian. Bahkan jika didukung dalam wadah yang baik, bermain gim kompetitif bisa menjadi sarana aktualisasi diri sekaligus membentuk identitas pelajar cerdas berkarakter.
Riset dilakukan oleh Tim Laboratorium Cognition, Affect, and Well-Being (CAW Lab) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) bersama MABAR.com, platform gim kompetitif khusus pelajar. Caranya, dengan membandingkan tiga grup pelajar yang terdiri dari pelajar competitive gamer, pelajar casual gamer, dan pelajar non-gamer.
Psikolog Dr. Dyah T. Indirasari, M.A selaku Ketua Tim Peneliti dari CAW Lab Fakultas Psikologi Universitas Indonesia lalu memaparkan bahwa ketiga grup tersebut diberi tugas-tugas yang sama untuk mengukur kemampuan kognitif serta psikologis. Kemudian, hasilnya didapati kecenderungan bahwa bermain gim kompetitif lebih baik daripada bermain gim kasual.
"Setidaknya ada empat aspek kognitif dan psikologis utama dimana pelajar competitive gamer lebih unggul dibandingkan grup lain. Pertama, pada aspek kontrol respons yang membuat orang lebih fokus. Kedua, akurasi yang jauh lebih tinggi. Ketiga, kemampuan regulasi emosi yang lebih baik. Dan, keempat adalah kepribadian yang tidak impulsif dan tidak rentan stres," jelas Dyah di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Ketua CAW Lab Fakultas Psikologi UI Agnes Nauli S.W. Sianipar, M.Sc., Ph.D menambahkan, aspek-aspek tersebut merupakan bekal yang kuat dalam mengembangkan kepribadian yang baik bagi individu. Apalagi, aspek kognitif seperti fungsi kontrol respons juga merupakan hal yang sangat mendasar dalam berbagai proses belajar akademik, olahraga, dan musik.
Hasil riset turut menunjukkan bahwa esports dapat melatih daya juang atau grit para pelajar. Kemampuan ini paling menonjol ditunjukkan oleh grup pelajar competitive gamers dibandingkan kedua grup lainnya.
"Terdapat sejumlah anggapan bahwa generasi muda saat ini merupakan generasi stroberi atau lembek. Kami menemukan bahwa esports justru dapat meningkatkan grit pelajar. Dalam psikologi, grit dapat ditingkatkan bila seseorang memiliki tujuan, minat terkait tujuan tersebut, dan usaha yang kuat. Ketiga aspek tersebut terdapat di esports. Hasil riset juga menunjukkan bahwa grit dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi melalui esports," terang Agnes.
Masih berdasarkan hasil penelitian, Competitive Gamers biasanya menjadikan esports sebagai wadah aktualisasi diri dan pembentukan identitas. Dalam hal ini, Dyah menjelaskan fase Perkembangan Psikososial yang mewadahi minat pelajar di masa remaja berperan penting membantu membentuk identitas yang lebih positif, dan itu bisa dilakukan lewat esports.
Oleh karena itu, CEO dan Co-Founder MABAR.com Aziz Hasibuan menilai esports dapat menjawab kekhawatiran orang tua maupun guru terkait dampak bermain gim. Sebab, ada sejumlah perbedaan mendasar dari bermain gim secara kompetitif dan kasual. Pada gim kompetitif atau esports, sebuah tim pelajar perlu bekerja sama, menjalankan strategi dan mengasah akurasi, sedangkan aspek tersebut kurang terasa untuk pemain kasual.
"Dari hasil riset ini, kami merekomendasikan agar sekolah melakukan intervensi pada minat bermain gim pelajar dengan memfasilitasi dan menjadikan sekolah sebagai Esports Development Center untuk Student Athlete. Dengan demikian, pelajar bisa memahami bagaimana mengarahkan hobinya bermain gim untuk mengembangkan karakter, bukan sekadar kebutuhan hiburan,” terang Aziz.
Hal tersebut juga didorong oleh tingginya minat pelajar terhadap gim esports. Aziz menjelaskan platform MABAR.com dalam waktu kurang dari tiga bulan saja telah memiliki lebih dari 10 ribu pengguna dari 1.000 tim esports yang berasal dari 800 sekolah di 16 provinsi. Dengan minat setinggi ini dan dampak positifnya, sangat disayangkan kalau mereka tidak mendapat dukungan dan arahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Riset dilakukan oleh Tim Laboratorium Cognition, Affect, and Well-Being (CAW Lab) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) bersama MABAR.com, platform gim kompetitif khusus pelajar. Caranya, dengan membandingkan tiga grup pelajar yang terdiri dari pelajar competitive gamer, pelajar casual gamer, dan pelajar non-gamer.
Psikolog Dr. Dyah T. Indirasari, M.A selaku Ketua Tim Peneliti dari CAW Lab Fakultas Psikologi Universitas Indonesia lalu memaparkan bahwa ketiga grup tersebut diberi tugas-tugas yang sama untuk mengukur kemampuan kognitif serta psikologis. Kemudian, hasilnya didapati kecenderungan bahwa bermain gim kompetitif lebih baik daripada bermain gim kasual.
"Setidaknya ada empat aspek kognitif dan psikologis utama dimana pelajar competitive gamer lebih unggul dibandingkan grup lain. Pertama, pada aspek kontrol respons yang membuat orang lebih fokus. Kedua, akurasi yang jauh lebih tinggi. Ketiga, kemampuan regulasi emosi yang lebih baik. Dan, keempat adalah kepribadian yang tidak impulsif dan tidak rentan stres," jelas Dyah di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Ketua CAW Lab Fakultas Psikologi UI Agnes Nauli S.W. Sianipar, M.Sc., Ph.D menambahkan, aspek-aspek tersebut merupakan bekal yang kuat dalam mengembangkan kepribadian yang baik bagi individu. Apalagi, aspek kognitif seperti fungsi kontrol respons juga merupakan hal yang sangat mendasar dalam berbagai proses belajar akademik, olahraga, dan musik.
Hasil riset turut menunjukkan bahwa esports dapat melatih daya juang atau grit para pelajar. Kemampuan ini paling menonjol ditunjukkan oleh grup pelajar competitive gamers dibandingkan kedua grup lainnya.
"Terdapat sejumlah anggapan bahwa generasi muda saat ini merupakan generasi stroberi atau lembek. Kami menemukan bahwa esports justru dapat meningkatkan grit pelajar. Dalam psikologi, grit dapat ditingkatkan bila seseorang memiliki tujuan, minat terkait tujuan tersebut, dan usaha yang kuat. Ketiga aspek tersebut terdapat di esports. Hasil riset juga menunjukkan bahwa grit dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi melalui esports," terang Agnes.
Masih berdasarkan hasil penelitian, Competitive Gamers biasanya menjadikan esports sebagai wadah aktualisasi diri dan pembentukan identitas. Dalam hal ini, Dyah menjelaskan fase Perkembangan Psikososial yang mewadahi minat pelajar di masa remaja berperan penting membantu membentuk identitas yang lebih positif, dan itu bisa dilakukan lewat esports.
Oleh karena itu, CEO dan Co-Founder MABAR.com Aziz Hasibuan menilai esports dapat menjawab kekhawatiran orang tua maupun guru terkait dampak bermain gim. Sebab, ada sejumlah perbedaan mendasar dari bermain gim secara kompetitif dan kasual. Pada gim kompetitif atau esports, sebuah tim pelajar perlu bekerja sama, menjalankan strategi dan mengasah akurasi, sedangkan aspek tersebut kurang terasa untuk pemain kasual.
"Dari hasil riset ini, kami merekomendasikan agar sekolah melakukan intervensi pada minat bermain gim pelajar dengan memfasilitasi dan menjadikan sekolah sebagai Esports Development Center untuk Student Athlete. Dengan demikian, pelajar bisa memahami bagaimana mengarahkan hobinya bermain gim untuk mengembangkan karakter, bukan sekadar kebutuhan hiburan,” terang Aziz.
Hal tersebut juga didorong oleh tingginya minat pelajar terhadap gim esports. Aziz menjelaskan platform MABAR.com dalam waktu kurang dari tiga bulan saja telah memiliki lebih dari 10 ribu pengguna dari 1.000 tim esports yang berasal dari 800 sekolah di 16 provinsi. Dengan minat setinggi ini dan dampak positifnya, sangat disayangkan kalau mereka tidak mendapat dukungan dan arahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)