FAMILY

Daftar Hak Wanita Usai Perceraian Menurut Hukum di Indonesia

M Rodhi Aulia
Kamis 05 September 2024 / 17:23
Jakarta: Perceraian merupakan keputusan yang tidak mudah bagi pasangan suami istri. Namun, ketika perpisahan tak terhindarkan, penting bagi perempuan untuk mengetahui hak-hak yang mereka miliki usai perceraian. 

Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, ada sejumlah hak yang dijamin bagi wanita setelah resmi bercerai, baik yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). 

Berikut adalah daftar hak-hak yang bisa diperoleh wanita pascaperceraian:


1. Hak atas Nafkah Iddah
Menurut Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setelah perceraian, mantan suami diwajibkan untuk memberi nafkah selama masa iddah (masa tunggu sebelum istri bisa menikah lagi). Masa iddah ini berlaku bagi wanita Muslim yang dicerai, umumnya selama tiga bulan.

Baca juga: Berbagai Pemeriksaan Penting bagi Wanita saat Medical Check Up

Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menyebutkan bahwa mantan suami harus memberikan nafkah, tempat tinggal (maskan), dan pakaian (kiswah) kepada bekas istrinya selama masa iddah, kecuali jika istrinya dalam keadaan nusyuz (melakukan tindakan yang menyebabkan perceraian).

2. Hak atas Mut’ah
Perempuan yang diceraikan juga berhak mendapatkan mut’ah, yaitu kompensasi berupa uang atau barang dari mantan suami. Hal ini diatur dalam Pasal 149 (a) KHI, yang menyebut bahwa mut’ah harus diberikan sebagai bentuk penghormatan bagi bekas istri yang telah menjalani perkawinan.

3. Hak atas Mahar yang Belum Terbayar
Jika ada mahar yang belum lunas diberikan pada saat pernikahan, maka pasca perceraian, mantan suami wajib melunasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 149 (c) KHI, yang menyebutkan bahwa mahar yang belum dibayar sepenuhnya harus diselesaikan usai perceraian.

4. Hak atas Harta Bersama
Dalam Pasal 37 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dinyatakan bahwa harta bersama yang diperoleh selama perkawinan harus dibagi secara adil setelah perceraian. Untuk mereka yang tunduk pada hukum perdata, Pasal 128 KUHPerdata menegaskan bahwa segala harta yang diperoleh selama pernikahan menjadi milik bersama, kecuali ada perjanjian pra-nikah.

5. Hak Asuh Anak (Hadhanah)
Perempuan yang bercerai juga memiliki hak asuh atas anak-anak mereka. Berdasarkan Pasal 41 (b) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, kedua orang tua tetap bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pendidikan anak-anak meski telah bercerai.

Khusus bagi umat Muslim, Pasal 156 KHI menyatakan bahwa anak yang belum berumur 12 tahun (belum mumayyiz) menjadi hak ibunya. Sedangkan setelah anak berumur 12 tahun, anak boleh memilih ingin diasuh oleh siapa. Namun, tanggung jawab nafkah anak tetap berada pada ayah.

6. Hak atas Biaya Hadhanah
Dalam kasus hak asuh anak yang jatuh kepada ibu, mantan suami tetap wajib membiayai anak-anak mereka. Pasal 156 (b) KHI menegaskan bahwa biaya pengasuhan dan nafkah anak pasca perceraian menjadi tanggung jawab ayah, sesuai dengan kemampuannya.

7. Hak atas Perlindungan dari Kekerasan
Perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga berhak mendapatkan perlindungan, baik selama pernikahan maupun setelah bercerai. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) memberikan perlindungan hukum bagi korban KDRT, termasuk dukungan ekonomi dan psikologis pasca perceraian.

8. Hak atas Penyelesaian Sengketa
Jika terjadi perselisihan terkait pembagian harta bersama atau hak asuh anak, perempuan berhak mengajukan penyelesaian sengketa di pengadilan. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum juga memberikan panduan agar hakim lebih berpihak pada keadilan bagi perempuan, terutama dalam kasus perceraian.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(DHI)

MOST SEARCH