FAMILY

Yang Harus Ibu Lakukan jika Mengalami Burnout saat Pandemi

Raka Lestari
Jumat 18 Desember 2020 / 16:47
Jakarta: Kelelahan secara emosional atau yang sering disebut juga dengan burnout syndrome banyak dialami oleh para ibu selama pandemi covid-19 ini. Berbagai peran mulai dari ibu, istri, pekerja atau pengusaha, dan menjadi dirinya sendiri, membuat mereka rentan mengalami burnout syndrome ini.

"Para ibu sebaiknya mengetahui bagaimana cara dealing dengan burnout yang dialami. Sehingga jika mereka sudah memahami cara dealing burnout yang baik maka bisa menjadi bekal untuk menghadapi burnout syndrome tersebut," kata Putu Andani, M.Psi., Psikolog dari TigaGenerasi, dalam acara Media Briefing BaBe: Peran Ibu di Masa Pandemi dan Tantangan Ibu di Tahun 2021.

Menurut Putu, ketika ibu mengalami burnout, maka yang pertama harus dilakukan adalah wajib melakukan istirahat. Sebab antara badan kita dan pikiran sudah tidak sinkron.

"Waktu istirahat ngapain? Cerita sama siapa saja yang bisa kasih dampak positif. Entah itu dengan suami, keluarga, teman, siapa saja," saran Putu.

Kemudian yang kedua bisa melakukan aktivitas terapeutik. Aktivitasnya bebas, apa saja yang bisa menenangkan dan menyenangkan bagi para ibu. Ketiga, berikan afirmasi positif kepada diri sendiri.

"Kalau kita gagal melakukan sesuatu, tidak apa-apa karena kita baru pertama kali menghadapi pandemi ini. Setelah itu, kita lakukan evaluasi. Kita sudah break, sudah cerita, melakukan aktivitas terapeutik, afirmasi positif, lalu evaluasi agar tidak terus menerus berada di survival mode," kata Putu.

Lalu kalau bisa ada tugas-tugas parenting yang bisa didelegasikan ke orang lain. Sebagai perempuan, ibu terkadang memiliki 4 - 5 peran sehari-harinya. Dan yang terpenting ibu harus punya mental skill untuk memasrahkan sesuatu hal.

"Dan menurut saya memang kemampuan untuk letting go itu tidaklah mudah. Jika masih mengalami burnout setelah melakukan hal-hal tadi, mungkin bisa melakukan konsultasi dengan ahli," ucap Putu.

"Kapan harus mendatangi ahli? Kalau kita sudah benar-benar merasa sangat lelah dan lack of emotional bonding. Kita tidak lagi melakukan semuanya dengan happy, dengan passion, tidak merasa senang,” kata Putu.

Kemudian ketika konsentrasi sudah menurun, ibu jadi lebih mudah marah-marah. Atau misalnya anak jadi merasa tidak senang berada dekat ibu, karena kita tidak responsive terhadap mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(FIR)

MOST SEARCH