BEAUTY
Disebabkan Faktor Genetik, Begini Cara Meminimalisir Risiko Kebotakan
Antara
Sabtu 31 Agustus 2024 / 08:11
Jakarta: Dokter spesialis dermatologi lulusan Universitas Indonesia dr. Arlene Rainamira, SpDV menjelaskan, baik laki-laki maupun perempuan memiliki masalah kebotakan. Kondisit tesebut salah satunya disebabkan faktor genetik.
Menurut dokter yang berpraktik di RSIA Kemang Medical Care itu, jika sudah memiliki genetik kebotakan, masalah tersebut sulit untuk dihindari. Masalah kebotakan biasanya terjadi pada pria saat memasuki usia 30-an tahun dan wanita di atas usia 30-40 tahun.
"Kalau alopesia atau kebotakan itu pattern-nya khusus, pattern-nya bisa dimulai di depan, tengah, lama-lama semakin tipis (hingga botak secara keseluruhan)," kata dr. Arlene.
Meskipun mengalami kebotakan, dr. Arlene menyarankan agar pasien tetap merawat rambut secara rutin untuk menghindari masalah kesehatan rambut yang lebih parah. Rutinnya masih tetap sama untuk kebotakan, pakai sampo yang dipijat di kulit kepala dan jangan digosok-gosok.
Baca juga: Mengenal Skin Booster NCTF 135 HA, Solusi untuk Dermatitis Seboroik dan Kebotakan
Selanjutnya, gunakan kondisioner di bagian batang rambut dan gunakan masker rambut sesuai kebutuhan. Jangan lupa untuk mengeringkan rambut dengan handuk selama kurang lebih lima menit tanpa memeras atau menggosoknya.
Saat kondisi kebotakan pada rambut sudah parah, Arlene menyarankan untuk berkonsultasi ke dokter agar diberikan pengobatan yang sesuai. Mulai dari pemberian obat hingga transplantasi rambut.
"Jika kebotakannya sudah ekstrim, memang harus dikonsultasikan ke dokter untuk diberikan pengobatan khusus alopesia tersebut," kata dr. Arlene.
"Terapinya bisa dari obat, obat oles atau obat minum, low level light terapy, suplemen, micro needling, PRP, dan yang paling akhir adalah transplant," sambungnya.
Kemudian, dr. Arlene menyebut masing-masing perawatan untuk mengatasi kebotakan memiliki risiko dan efek samping tertentu. Misalnya, pemberian obat yang tidak cocok dengan kondisi kesehatan pasien dapat menimbulkan iritasi hingga kemerahan, atau transplantasi rambut yang dapat menimbulkan infeksi jika pasien tidak menjaga kebersihan diri dan area transplantasi rambut dengan baik.
Meski demikian, dr. Arlene mengatakan risiko-risiko tersebut dapat dihindari selama pasien mematuhi saran yang diberikan dokter dan rutin memeriksakan diri ke dokter. Hal ini dilakukan agar dokter dapat memantau efektivitas pengobatan untuk kebotakan yang telah dilakukan terhadap pasien.
"Biasanya ada tempat transplant, nanti akan dilihat lagi sebab kebotakannya," tutup dr. Arlene.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Menurut dokter yang berpraktik di RSIA Kemang Medical Care itu, jika sudah memiliki genetik kebotakan, masalah tersebut sulit untuk dihindari. Masalah kebotakan biasanya terjadi pada pria saat memasuki usia 30-an tahun dan wanita di atas usia 30-40 tahun.
"Kalau alopesia atau kebotakan itu pattern-nya khusus, pattern-nya bisa dimulai di depan, tengah, lama-lama semakin tipis (hingga botak secara keseluruhan)," kata dr. Arlene.
Meskipun mengalami kebotakan, dr. Arlene menyarankan agar pasien tetap merawat rambut secara rutin untuk menghindari masalah kesehatan rambut yang lebih parah. Rutinnya masih tetap sama untuk kebotakan, pakai sampo yang dipijat di kulit kepala dan jangan digosok-gosok.
Baca juga: Mengenal Skin Booster NCTF 135 HA, Solusi untuk Dermatitis Seboroik dan Kebotakan
Selanjutnya, gunakan kondisioner di bagian batang rambut dan gunakan masker rambut sesuai kebutuhan. Jangan lupa untuk mengeringkan rambut dengan handuk selama kurang lebih lima menit tanpa memeras atau menggosoknya.
Saat kondisi kebotakan pada rambut sudah parah, Arlene menyarankan untuk berkonsultasi ke dokter agar diberikan pengobatan yang sesuai. Mulai dari pemberian obat hingga transplantasi rambut.
"Jika kebotakannya sudah ekstrim, memang harus dikonsultasikan ke dokter untuk diberikan pengobatan khusus alopesia tersebut," kata dr. Arlene.
"Terapinya bisa dari obat, obat oles atau obat minum, low level light terapy, suplemen, micro needling, PRP, dan yang paling akhir adalah transplant," sambungnya.
Kemudian, dr. Arlene menyebut masing-masing perawatan untuk mengatasi kebotakan memiliki risiko dan efek samping tertentu. Misalnya, pemberian obat yang tidak cocok dengan kondisi kesehatan pasien dapat menimbulkan iritasi hingga kemerahan, atau transplantasi rambut yang dapat menimbulkan infeksi jika pasien tidak menjaga kebersihan diri dan area transplantasi rambut dengan baik.
Meski demikian, dr. Arlene mengatakan risiko-risiko tersebut dapat dihindari selama pasien mematuhi saran yang diberikan dokter dan rutin memeriksakan diri ke dokter. Hal ini dilakukan agar dokter dapat memantau efektivitas pengobatan untuk kebotakan yang telah dilakukan terhadap pasien.
"Biasanya ada tempat transplant, nanti akan dilihat lagi sebab kebotakannya," tutup dr. Arlene.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)