Sidoarjo: Sejumlah warga binaan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Perempuan Surabaya terbiasa mengisi waktu dengan membuat ketrampilan seperti sandal hotel, tas, dompet, topi, batik shibori dan tie dye. Selain untuk membunuh rasa bosan hidup di balik jeruji besi, ketrampilan ini diharapkan bisa berguna saat mereka bebas nanti.
Rutan Perempuan Surabaya yang terletak di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo, saat ini diisi 254 warga binaan perempuan. Ini satu-satunya rutan khusus perempuan di Jawa Timur, selain Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Sukun di Kota Malang.
Di dalam rutan perempuan ini, sejumlah penghuni mengikuti berbagai ketrampilan, seperti teknik pewarnaan shibori asal Jepang dan tie dye. Kain yang sudah diwarnai dengan teknik shibori kemudian dijadikan tas, dompet, dan busana. Sementara pewarnaan dengan teknik tie dye, mereka produksi menjadi sandal hotel.
Selain itu masih ada ketrampilan membuat topi, tas rajut, dan sablon. Hingga ketrampilan membuat kue bakery dan perkebunan hidroponik.
Hasil kreativitas para penghuni rutan, sementara ini memang belum bisa dijual ke pasar luar. Masih sebatas dijual ke sesama warga binaan, atau untuk sovenir bila ada tamu berkunjung.
"Biasanya dibeli sesama warga binaan, saat ada keluarga mereka yang menjenguk," kata Lidya,29, salah satu warga binaan, Minggu, 14 Juli 2024.
Meskipun begitu mereka senang dengan kesibukan itu, karena setidaknya bisa membunuh rasa bosan, daripada terus di dalam kamar sel. Mereka juga senang mendapatkan ilmu baru, dan diharapkan bisa berguna saat mereka nanti bebas.
Seperti dirasakan Ayu,29, salah satu warga binaan yang divonis 20 tahun penjara. Perempuan asal Lamongan ini baru dua tahun menjalani hukuman. Dia masih belasan tahun lagi mendekam di sana.
"Saya sangat berterima kasih dan bersyukur, bisa mengikuti pelatihan teknik pewarnaan shibori dan tie dye ini," kata Ayu.
Kepala Sub Seksi Pembinaan dan Kegiatan Rutan Perempuan Surabaya Comi Hendariswati mengakui, aneka pelatihan itu baru dilakukan sejak empat bulan lalu. Namun dia berharap ketrampilan itu bisa dikembangkan, dan memberi manfaat warga binaan, terutama saat sudah bebas nanti.
"Kita pernah mengikuti pameran, namun masyarakat masih belum minat. Masyarakat lebih suka membeli produk makanan kami," kata Comi.
Meskipun belum ada pasar, Comi berharap kegiatan pelatihan aneka ketrampilan terus dijalankan. Bahkan dia berharap bisa berkembang dan lebih banyak warga binaan yang mengikuti.
Berekreasi bisa dilakukan dimana saja asal ada kemauan. Meskipun itu dari balik tembok rumah tahanan. MI/Heri Susetyo Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News