Jakarta: Tidak diperbolehkan ikut beribadah salat dengan umat muslim lainnya, anggota komunitas hijra transgender Bangladesh disambut di sebuah masjid baru di negara mayoritas Muslim tersebut, dengan janji beribadah tanpa diskriminasi.
Dengan struktur bangunan sederhana – sebuah gudang dengan satu kamar berdinding dan atap berlapis seng – masjid tersebut adalah pusat komunitas baru bagi kelompok minoritas, yang telah menikmati pengakuan hukum dan politik yang lebih besar dalam beberapa tahun terakhir, namun masih mendapat perlakuan diskriminatif.
“Mulai sekarang, tidak ada yang bisa menolak hijra untuk salat di masjid kami,” kata pemimpin komunitas Joyita Tonu dalam pidatonya di depan jamaah yang memadati masjid.
“Tidak ada yang bisa mengejek kami,” tambah wanita berusia 28 tahun yang tampak emosional itu, dengan syal putih menutupi rambutnya.
Masjid dekat Mymensingh, sebelah utara ibu kota Dhaka di tepi sungai Brahmaputra, dibangun di atas tanah sumbangan pemerintah setelah komunitas hijra kota itu diusir dari jemaah yang sudah mapan.
“Saya tidak pernah bermimpi bisa salat di masjid lagi seumur hidup saya,” kata Sonia, 42, yang sewaktu kecil suka mengaji dan belajar di pesantren.
Namun ketika dia keluar sebagai hijra, sebutan bagi perempuan transgender di Asia Selatan, dia dilarang salat di masjid.
“Orang-orang akan mengatakan kepada kami: 'Mengapa kalian orang-orang hijra di sini, di masjid? Kalian harus salat di rumah. Jangan datang ke masjid',” kata Sonia kepada AFP.
“Itu memalukan bagi kami, jadi kami tidak pergi,” tambahnya. “Sekarang, ini masjid kami. Sekarang, tidak ada yang bisa mengatakan tidak.” AFP PHOTO/Rehman Asad Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News