Naypyidaw: Militer Myanmar telah menahan pemimpin de facto negara itu Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint pada Senin, 1 Februari 2021 dini hari waktu setempat. Penahanan tersebut diduga merupakan kudeta militer.
Eskalasi dramatis terjadi setelah berminggu-minggu meningkatnya ketegangan antara militer, yang memerintah negara itu selama hampir lima dekade, dan pemerintah sipil atas tuduhan kecurangan dalam pemilu pada November 2020 silam.
Militer pekan lalu mengisyaratkan pihaknya dapat merebut kekuasaan untuk menyelesaikan klaim kecurangan dalam pemilu yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi dengan mudah.
Myo Nyunt, juru bicara NLD, mengatakan Suu Kyi, bersama dengan Presiden Win Myint dan sejumlah pemimpi lainnya telah ditahan di Ibu Kota Naypyidaw. "Kami mendengar mereka diambil oleh militer," katanya sembari menambahkan bahwa dia sangat mengkhawatirkan pasangan itu. "Dengan situasi yang kita lihat terjadi sekarang, kita harus berasumsi bahwa militer sedang melakukan kudeta."
Di tempat lain, menteri utama negara bagian Karen dan beberapa menteri regional lainnya juga ditahan, menurut sumber partai, tepat pada hari ketika parlemen baru akan mengadakan sidang pertamanya.
Myo Nyunt mengatakan tidak jelas apa yang akan terjadi pada anggota parlemen yang baru terpilih tersebut.
Perkembangan tersebut memicu respon cepat dari Australia, yang memperingatkan militer sekali lagi berusaha untuk merebut kendali negara itu.
"Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati supremasi hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan lainnya yang telah ditahan secara tidak sah," kata Menteri Luar Negeri Marise Payne.
Komunikasi dibatasi
Beberapa jam setelah penangkapan, jaringan komunikasi di Myanmar dibatasi, sementara beberapa jaringan telepon seluler mati.
NetBlocks, sebuah organisasi non-pemerintah yang melacak pemadaman internet, melaporkan gangguan parah pada koneksi web di Myanmar. Nomor telepon di ibu kota Naypyidaw juga tampaknya tidak bisa dihubungi.
Myanmar telah mengalami dua kudeta sebelumnya sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948, satu pada 1962 dan satu pada 1988.
Suu Kyi - mantan ikon demokrasi dan pemenang hadiah Nobel perdamaian yang citranya secara internasional telah jatuh akibat penanganannya terhadap krisis Muslim Rohingya - tetap menjadi sosok yang sangat populer di negaranya.
Dia menghabiskan 15 tahun hidupnya dari 21 tahun terakhir sebagai tahanan rumah karena perannya sebagai pemimpin oposisi, sebelum dibebaskan oleh militer pada 2010. AFP PHOTO/Myanmar's Ministry of Information (MOI)/Lillian Suwanrumpha/Sai Aung Main Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News