Suasana dapur umum nirlaba, Nation Station, di Beirut, Libanon, menjadi lebih ramai. Para relawan bergerak ke sana kemari, menumpuk makanan di atas meja, mengaduk daging, menanak nasi, atau memotong selada.
Suasana dapur umum nirlaba, Nation Station, di Beirut, Libanon, menjadi lebih ramai. Para relawan bergerak ke sana kemari, menumpuk makanan di atas meja, mengaduk daging, menanak nasi, atau memotong selada.
Dapur umum di lingkungan Geitawi itu awalnya didirikan setelah ledakan Pelabuhan Beirut pada 2020. Kini para relawan di sana berupaya membantu warga yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara Israel dengan menyiapkan makanan.
Dapur umum di lingkungan Geitawi itu awalnya didirikan setelah ledakan Pelabuhan Beirut pada 2020. Kini para relawan di sana berupaya membantu warga yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara Israel dengan menyiapkan makanan.
Organisasi relawan tersebut telah meningkatkan jumlah pasokan makanan sebagai tanggap darurat sejak Selasa, 24 September 2024, dan mendistribusikannya ke berbagai sekolah yang digunakan sebagai tempat penampungan. Organisasi itu menyiapkan 70 makanan sehari dan berharap dapat meningkatkan jumlah ini.
Organisasi relawan tersebut telah meningkatkan jumlah pasokan makanan sebagai tanggap darurat sejak Selasa, 24 September 2024, dan mendistribusikannya ke berbagai sekolah yang digunakan sebagai tempat penampungan. Organisasi itu menyiapkan 70 makanan sehari dan berharap dapat meningkatkan jumlah ini.
“Nation Station dimulai sehari setelah ledakan 4 Agustus 2020. Kami menanggapi kebutuhan darurat saat itu dan sejak agresi Israel pada Senin (30/9), kami telah memasak makanan untuk mereka yang membutuhkan,” kata Jo sephine Abou Abdo, salah satu pendiri Nation Station.
“Nation Station dimulai sehari setelah ledakan 4 Agustus 2020. Kami menanggapi kebutuhan darurat saat itu dan sejak agresi Israel pada Senin (30/9), kami telah memasak makanan untuk mereka yang membutuhkan,” kata Jo sephine Abou Abdo, salah satu pendiri Nation Station.

Potret Saling Bantu di Tengah Kesengsaraan Warga Lebanon

04 Oktober 2024 09:05
Jakarta: Suasana dapur umum nirlaba, Nation Station, di Beirut, Libanon, menjadi lebih ramai. Para relawan bergerak ke sana kemari, menumpuk makanan di atas meja, mengaduk daging, menanak nasi, atau memotong selada.

Dapur umum di lingkungan Geitawi itu awalnya didirikan setelah ledakan Pelabuhan Beirut, Libanon pada 2020. Kini para relawan di sana berupaya membantu warga yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara Israel dengan menyiapkan makanan. 

Organisasi relawan tersebut telah meningkatkan jumlah pasokan makanan sebagai tanggap darurat sejak Selasa, 24 September 2024, dan mendistribusikannya ke berbagai sekolah yang digunakan sebagai tempat penampungan. Organisasi itu menyiapkan 700 makanan sehari dan berharap dapat meningkatkan jumlah ini.

“Lima puluhan porsi makan!" teriak salah seorang relawan kepada rekan-rekannya sambil memperhatikan jumlah kebutuhan para pengungsi, seperti dilansir Al Jazeera, kemarin. Yang lainnya membalas permintaan itu dengan keceriaan tanpa jeda dari tugas mereka.

Mengisi kekosongan Ketika pemerintah, PBB, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional mengalami kegagalan, inisiatif Nation Station itu dapat mengisi kekosongan program kemanusiaan. 

“Nation Station dimulai sehari setelah ledakan 4 Agustus 2020. Kami menanggapi kebutuhan darurat saat itu dan sejak agresi Israel pada Senin (30/9), kami telah memasak makanan untuk mereka yang membutuhkan,” kata Jo sephine Abou Abdo, salah satu pendiri Nation Station.

Para relawan memasak sarapan, makan siang, dan makan malam untuk para pengungsi dan diantar ke tempat penampungan. “Totalnya, membuat 700 porsi makanan setiap hari. Membuat makanan sebanyak itu membutuhkan banyak biaya,” ujarnya.

Abou Abdo mengatakan kelompok tersebut secara aktif mencari relawan untuk membantu memberi makan para pengungsi. Pihak lain yang bukan bagian dari inisiatif seperti Nation Station juga telah mengambil tindakan, mengajak keluarga ke rumah mereka, menyumbangkan darah atau mendistribusikan air kepada orang-orang yang terdampar di jalan raya.

Seorang relawan, Zoey Zein, mengaku terpanggil untuk membantu sesama yang menjadi pengungsi akibat kebiadaban Israel di Libanon. “Salah satu kendala yang kami hadapi ialah awalnya kami harus melayani 1.000 orang, tapi sekarang jumlahnya mencapai 5.000 orang,” pungkasnya.


Terpaksa mengungsi



Sejak Israel mulai membombardir wilayah selatan Libanon, Lembah Bekaa di timur dan pinggiran selatan Beirut mulai penuh sesak. Lebih dari 110 ribu orang telah mengungsi dari rumah mereka di Libanon selatan selama 11 bulan serangan lintas batas.

Peningkatan eskalasi pekan lalu memaksa lebih banyak orang untuk mengungsi dan situasinya menjadi lebih mengerikan ketika Israel meratakan seluruh blok di pinggiran selatan Beirut dan juga membunuh
Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah dan pejabat lain dari kelompok tersebut.

Tentara Israel kemudian meminta sebagian besar warga di wilayah pinggiran Beirut, yang sudah hancur akibat serangan minggu sebelumnya, untuk dievakuasi. Pada harihari berikutnya, Perdana Menteri
Najib Mikati mengatakan sebanyak satu juta orang atau sekitar seperlima penduduk negara itu menjadi pengungsi.

Kementerian Pendidikan Libanon menetapkan sejumlah sekolah sebagai tempat penampungan sementara bagi para pengungsi. Di sisi lain, tingkat hunian hotel dan apartemen sewaan meningkat. Namun, di luar itu, kemampuan Libanon sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi. Dok. Media Indonesia/I-2

Foto: AFP PHOTO/Anwar Amro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(WWD)

Internasional Lebanon Israel