Jakarta: Rezim militer Myanmar menggelar unjuk kekuatan besar saat parade tahunan Hari Angkatan Bersenjata, Sabtu, 27 Maret 2021.
Negara itu berada dalam kekacauan sejak para jenderal menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari, yang memicu pemberontakan besar yang menuntut kembalinya demokrasi.
Ketika pasukan membawa obor dan bendera sambil berbaris di samping kendaraan militer, pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing kembali membela kudeta dan berjanji untuk menyerahkan kekuasaan setelah pemilihan baru.
Namun dia juga mengeluarkan ancaman lain terhadap gerakan anti-kudeta yang telah mencengkeram negara itu sejak dia menjabat, sembari memperingatkan bahwa tindakan terorisme yang dapat membahayakan ketenangan dan keamanan negara tidak dapat diterima.
"Demokrasi yang kami inginkan akan menjadi demokrasi yang tidak disiplin jika mereka tidak menghormati dan melanggar hukum," katanya.
Dia mengatakan tentara harus merebut kekuasaan pada 1 Februari karena tindakan melanggar hukum oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang digulingkan dari pemimpin yang sekarang ditahan Aung San Suu Kyi.
Dia menambahkan bahwa beberapa pemimpin partai telah dinyatakan bersalah melakukan korupsi, sementara tindakan hukum diambil untuk mengadili mereka.
Armed Forces Day, yang memperingati dimulainya perlawanan warga terhadap pendudukan Jepang selama Perang Dunia II, biasanya mengiringi parade militer yang dihadiri oleh perwira dan diplomat asing.
Tetapi junta telah berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sejak mengambil alih Myanmar dan mengatakan bahwa hanya delapan delegasi internasional yang menghadiri acara hari Sabtu itu, termasuk Tiongkok dan Rusia.
Tindakan keras oleh pasukan keamanan menggagalkan beberapa rencana untuk protes baru yang telah diserukan di beberapa kota bertepatan dengan pawai di ibu kota Naypyidaw.
Pasukan keamanan menindak demonstran di pusat komersial Yangon sebelum fajar, sementara polisi dan pasukan melepaskan tembakan pada unjuk rasa mahasiswa di kota timur laut Lashio.
"Tentara dan polisi baru saja datang dan menembak mereka. Mereka tidak memberikan peringatan apapun kepada pengunjuk rasa dan mereka menggunakan peluru sungguhan," kata wartawan lokal Mai Kaung Saing.
Tetapi pengunjuk rasa di tempat lain kembali turun ke jalan, termasuk di kota terbesar kedua Mandalay, di mana massa membawa bendera partai Suu Kyi dan memberi hormat tiga jari yang telah diadopsi sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintahan militer. AFP PHOTO Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News