Ilustrasi. Rizal
Ilustrasi. Rizal

Bipolar Bursa Timah Dinilai Membingungkan Pembeli

Medcom • 27 Maret 2020 10:00
Jakarta: Bipolar bursa timah dinilai membingungkan pembeli. Muncul dua bursa disebut merusak (disrupsi) acuan harga dan menyebabkan terpuruknya timah.
 
Timah merupakan komoditas strategis dan komoditi tambang ekspor unggulan Indonesia. Kebutuhan timah dunia berkisar 200.000 ton per tahun, dan Indonesia berkontribusi sebesar 40 persen atau sekitar 80.000 ton per tahun.
 
Investor Relation IPCC Reza Priyambada mengatakan turunnya harga timah karena menurunnya permintaan pasar. Mengingat timah merupakan bahan baku produksi.
 
Tahun 2020, harga timah terus menurun sampai dibawah USD 15 ribu per metric ton, harga ini lebih rendah USD 5 ribu per metric ton dari sebelumnya, dan membuat negara kehilangan pendapatan devisa sebesar USD 400 juta setara dengan Rp5,6 triliun.
 
Kondisi itu terjadi karena karena Kementerian Perdagangan memerintahkan BAPPEBTI mengizinkan JFX (Jakarta Foreign Exchange) 3 ikut memperdagangkan timah, selain ICDX (Indonesia Commodity & Derivatives Exchange).
 
Muncul dua Bursa yang kemudian dinilai merusak (disrupsi) acuan harga dan menyebabkan terpuruk harga nya timah. Dampaknya, perdagangan timah Indonesia melalui secondary market di Singapura meningkat tajam, naik sekitar 100% sepanjang semester I/2019 disebabkan menurunnya kepercayaan pihak asing terhadap pasar Indonesia.
 
"Saya melihatnya dari sisi supply and demand. Timah ini kan bahan baku dari suatu produk, misal alat-alat elektronik," kata Reza, Jumat, 27 Maret 2020.
 
Peningkatan perdagangan melalui secondary market di Singapura tersebut, mengakibatkan meningkatnya country risk perdagangan timah murni batangan di Indonesia.
 
Pelaku pasar timah, kata Reza, khususnya end user, lebih memilih pembelian timah asal Indonesia melalui Singapura karena Indonesia dinilai rendah dalam kepastian hukum terkait dengan perdagangan timah murni batangan.
 
Meningkatnya country risk tersebut juga mendegradasi kedaulatan Indonesia dalam menentukan harga timah, dan menurunkan kepercayaan global terhadap Indonesia.
 
Terganggunya pasar elektronik atau barang dengan bahan dasar timah, maka akan berpengaruh langsung terhadap Indonesia. Lemahnya permintaan pasar, menyebabkan pembelian timah turut lesu.
 
"Nah, kalau demand dari alat elektronik itu menurun karena daya beli orang menurun ya pasti akan ngaruh ke demand nya timah. Apalagi pergerakan harga komoditas kan rentan dengan news, rumor dan sentimen," tegasnya.
 
Pengamat perdagangan Asia Tenggara Abi Rekso menyebut semakin tertekan dengan terbaginya bursa perdagangan timah di Indonesia karena Kementerian Perdagangan membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/Per/6/2013 tentang Ekspor Timah. Hal itu berkonsekuensi menjadikan dualisme bursa Timah Indonesia
 
Ketika terjadi bipolar perdagangan timah di Indonesia, maka banyak pembeli yang merasa bingung atas kebijakan tersebut. Di waktu yang sama pembeli timah Indonesia beralih ke pasar perdagangan timah Singapura.
 
Abi merekomendasikan pemerintahan Jokowi memperhatikan upaya pemulihan harga timah. Jika tidak ingin harga timah Indonesia terus merosot dalam pasar global.
 
"Presiden Jokowi, perlu meninjau kembali kebijakan dua bursa perdagangan timah di Indonesia. Selain itu, Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/Per/6/ 2013 tentang Ekspor Timah perlu dijalankan kembali. Karena dengan itu, harga timah Indonesia bisa kembali pulih karena menguatnya keyakinan pasar pembeli timah," tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan