"Outlook perbankan saya rasa lebih positif dari tahun lalu. Sentimen positif ini mulai terlihat dengan banyak flow yang masuk ke government bonds hampir Rp20 trilun. Sentimen untuk investasi ke sini. Rupiah mulai stabil," kata Tigor, di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Namun demikian, lanjut Tigor, pemerintah tetap perlu waspada terhadap kondisi perekonomian Tiongkok. Dengan cadangan devisa Tiongkok yang turun dari USD4 triliun menjadi USD3,3 triliun, dikhawatirkan pemerintah Tiongkok akan mendorong depresiasi mata uang renminbi.
"Hampir turun USD1 miliar dalam waktu singkat. Kita harus melihat bagaimana efek dari mata uang Tiongkok kalau terdepresiasi. Kalau mereka bisa mengontrol ini pada soft landing yang smooth mungkin risiko depresiasinya, yang dikhawatirkan tentu mereka enggak mau cadangan devisanya terus tergerus," jelas dia.
Dirinya menambahkan, apabila depresiasi renminbi dilakukan maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh negara di dunia. Oleh sebab itu, diperlukan penyeimbang guna mengurangi ketergantungan pertumbuhan ekonomi global melalui perekonomian Tiongkok.
"Depresiasi renminbi, kita lihat saja waktu Agustus tahun lalu dua persen saja impact-nya sangat terasa di seluruh dunia, bukan hanya Indonesia. Mamang ini sesuatu yang di-balance dengan Amerika Serikat yang pertumbuhan ekonominya terus membantu. AS bagaimana pun the biggest economy, Jepang saja sudah masuk negatif interest," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
