Menurut konsultan ahli sagu Perhutani Nadirman Haska, keberadaan pabrik sagu milik Perhutani di Distrik Kais, Sorong Selatan, Papua Barat, amat tepat untuk memanfaatkan kekayaan sagu yang ada di tanah cenderawsih ini.
"Sekarang ini ada 8 juta ton tanaman sagu yang terbuang mati karena usia. Jadi mubazir karena tidak panen. Kalau sudah berbunga kan sagu tidak bisa lagi hidup, tapi nanti dia akan tumbuh lagi," kata Nadirman di pabrik sagu, Distrik Kais, Sorong Selatan, Papua Barat, Rabu (30/12/2015).
Dia mengatakan, warga Papua selama ini kurang memahami tanaman sagu. Karena itu, pemanfaatannya tidak maksimal.
"Selama ini tidak ngerti. Jadi banyak yang dibuang gitu saja. Kalau diusahakan baik-baik dan diusahakan akan sangat bagus," kata dia.
Menurut Nadirman, sagu lebih menguntungkan ketimbang kelapa sawit. Sebab, produktivitas tepung sagu lebih tinggi. "Sagu menghasilkan karbohidrat yang tinggi di dunia," tambah dia.
Di samping itu, sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Karena itu, Nadirman menyayangkan jika tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.
"Ini kan tanaman asli, singkong dari Afrika, padi dari India. Jadi apa lagi yang asli? Ya sagu ini asli dari Indonesia," kata dia
Ia menegaskan, saat ini masih lebih 95 persen sagu alami yang berada di Papua dan Maluku belum dapat dimanfaatkan warga. "Ada 1,4 juta hektare sagu di Indonesia dari 2,2 juta hektare sagu di dunia, dan 1,2 hektarenya ada di Papua dan Papua Barat," tandas Nadirman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
