Enggar mengatakan, penutupan gerai lotus merupakan upaya bagi MAP untuk melakukan restrukturisasi perusahaan. Terlebih terjadi pergeseran pola daya beli dari konvensional atau offline menjadi online.
"Itu sudah benar, kalau saya jadi (pengusaha) Lotus saya tutup, siapa lagi yang mau beli ke sana milih-milih keliling enggak ada lagi," kata Enggar saat ditemui Metrotvnews.com di Gedung Kementerian Perdagangan Jakarta, Rabu 25 Oktober 2017.
Menurutnnya, kecenderungan masyarakat khususnya generasi milenial saat ini tertarik belanja lewat e-commerce atau media sosial seperti Instagram dan Facebook. Sementara golongan tua tak lagi berminat membelanjakan uang atau membeli keperluan di departemen store.
"Generasi milenial seperti anak saya itu suka berbelanja online kalau kita yang tua ini sudah tidak suka belanja apalagi harus milih-milih dan keliling," imbuh dia.
Meski demikian, Mendag melihat sektor ritel modern dengan brand bermerek di Plaza Indonesia dan Grand Indonesia masih diminati masyrakat. Namun pertumbuhan ritel di mal-mal lainnya seperti Matahari, Lotus, Sogo dan Central park mengalami perlambatan.
"Saya ambil contoh toko-toko Plaza Indonesia hidup dilihat dari trennya tinggi dan branded tertentu di satu tempat dia penuh dan penjualan tajam tetapi kalau kita lihat Matahari, Lotus, Sogo, CP dan lain-lain kita lihat negatif," tutup Enggar.
Adapun penutupan ini melanjutkan tren yang sedang dialami pelaku bisnis ritel. Sebelumnya PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) menutup delapan toko supermarket pada 28 Agustus 2017. Semua supermarket tersebut terdapat di beberapa daerah yang ada di Indonesia. Langkah Ramayana setelah PT Modern Sevel Indonesia menutup seluruh gerai 7-Eleven pada akhir Juni 2017 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
