"Diperkirakan penerimaan pajak mencapai 80 sampai 83 persen sampai akhir tahun ini," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Medcom.id, Selasa, 16 November 2021.
Meskipun terbilang rendah, Bhima menyebut penerimaan pajak tahun ini akan didukung oleh kenaikan harga komoditas di pasar global. Hal ini tentunya akan memberikan dampak pada penerimaan pajak, khususnya Pajak Penghasilan (PPh).
"Pemulihan konsumsi domestik juga ikut menyumbang kenaikan realisasi pajak. Tapi perlu dilakukan upaya yang cepat untuk evaluasi insentif perpajakan agar fokus dan sebagian tax loss-nya bisa dihemat," ungkapnya.
Untuk menggenjot penerimaan, ia menyarankan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengejar wajib pajak kakap agar menyetorkan pajaknya sebelum 2021 berakhir. Menurut dia, Kantor Wilayah (Kanwil) pajak perlu kerja keras mengejar sektor usaha yang sudah mulai bangkit, sehingga memberi penerimaan negara.
"Jangan menyasar usaha yang kondisi riil bisnisnya memang masih lambat seperti sektor perhotelan dan restoran. Nah yang dikejar kepatuhan pajaknya itu commodity based sector seperti migas, tambang, dan CPO. Kalau perlu pemerintah bisa naikkan tarif pph ekspor untuk batubara dan CPO memanfaatkan momentum harga sedang tinggi," pungkas dia.
Hingga akhir Oktober 2021, penerimaan pajak terkumpul Rp953,6 triliun atau 77,6 persen dari target Rp1.229,6 triliun dan tumbuh 15,3 persen dari periode sama tahun lalu. Pajak menyumbang pendapatan negara sebesar Rp1.510 triliun atau tumbuh 18,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu
Sementara itu penerimaan bea cukai tercatat Rp25,8 triliun atau 95,7 persen dari target Rp215 triliun dan tumbuh 25,5 persen dari Oktober 2020, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sudah terealisasi Rp349,2 triliun atau melebihi target yaitu 117,1 persen dari Rp298,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
