"Pembelahan politik terlalu dibesar-besarkan sehingga menimbulkan kekhawatiran," tutur Dradjad, dalam acara Diskusi Lepas Mayarakat Madani dengan tema "Prediksi Ekonomi di Tengah Polarisasi Politik Nasional", di Restoran Jambal Roti, Ground Floor, Bellagio, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (11/10/2014).
Dirinya membenarkan, jika pemerintah presiden terpilih Joko Widodo merupakan pemerintahan yang minoritas karena partainya tidak menguasai parlemen.
Namun, bukan berarti dengan posisi minoritas tersebut, Jokowi tidak bisa menjalankan program-programnya karena dikhawatirkan akan terjadi penjegalan oleh parlemen yang dikuasai oposisi atau koalisi merah putih (KMP).
Dradjad mencontohkan, banyak negara yang juga pemerintahnya menjadi minoritas namun program kerjanya bisa berjalan seperti halnya Swedia dan juga Amerika Serikat (AS).
"Lihat di AS, beberapa tahun tidak menguasai mayoritas di kongres tapi tetap berjalan. Pada saat Clinton menjabat memang sempat shutdown. Lalu pada saat Obama menjabat, parlemen pun dikuasai oleh oposisi yakni Partai Republik," ungkapnya.
Lebih lanjut, kata dia, posisi itu tidak menjadi masalah. Kalau eksekutif tidak menguasai mayoritas parlemen, takkan membuat perekonomian Indonesia shutdown.
"Saya pribadi tidak khawatir. Tapi mungkin beberapa pihak yang tidak paham akan kondisi sebenarnya membuat seolah-olah terbelah. Kita harus bisa buat situasi politik bisa bekerjasama. Jangan dibuat berbenturan, tapi dibuat bersaing namun dengan kerja sama," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
