"Saya selalu sampaikan kepada Bu Menteri Keuangan, Bu, kalau punya uang di APBN kita, dieman-eman. Itu Bahasa Inggris dieman-eman, dijaga, hati-hati," kata Joko Widodo dalam acara United Overseas Bank (UOB) Economic Outlook 2023 dilansir Antara, Kamis, 29 September 2022.
Dia meminta dalam mengelola APBN diutamakan untuk hal-hal produktif dan menciptakan nilai tambah.
| Baca juga: Presiden Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Tiga Bisa Capai 6% |
"Mengeluarkannya harus produktif, harus memunculkan return yang jelas, karena kita tahu, sekali lagi, hampir semua negara tumbuh melemah, terkontraksi ekonominya," ucapnya.
Menurutnya, setiap hari terdengar berita yang mengatakan negara-negara di dunia mengalami krisis energi maupun krisis finansial.
"Nilai tukar melompat-lompat. Baru sehari, dua hari, karena APBN di UK (United Kingdom), lalu berimbas pada semua negara; yang kita tahu, kalau dilihat angkanya kita masih baik nilai tukarnya, meski melemah minus 7 (persen); tapi dibandingkan dengan negara-negara lain, Jepang sampai minus 25, RRT minus 13, Filipina minus 15. Ini yang harus kita syukuri, tapi perlu kerja keras jangka panjang," jelasnya.
Dia juga menegaskan saat ini semua negara berada pada posisi sulit untuk memprediksi dan mengkalkulasi ekonomi ke depan.
"Arahnya seperti apa? Pemulihan seperti apa? Satu masalah muncul belum selesai, muncul masalah yang lain; dan efek domino ini semua menyampaikan sulit dihitung," tambahnya.
Dia juga bercerita tentang pertemuan dengan kepala pemerintahan negara G7 di Jerman pada Juni 2022 lalu. Ia mengaku telah bertemu dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Prancis Emmanuel Macron, mantan perdana menteri Italia Mario Draghi, dan Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen, pertemuan itu mereka membahas soal kondisi ekonomi dunia yang sedang tidak menentu.
| Baca juga: Gegara HP Rusak Saat Kejar Rombongan, Pelajar SMA Marahin Presiden RI |
"Ketemu tidak di dalam forum formalnya, tapi saat makan malam. Dari situlah saya bisa menyimpulkan bahwa semuanya sulit. Dilanjutkan dengan bertemu dengan Presiden Korea, Presiden Tiongkok, PM Jepang, tambah lagi; kepastian itu memang sulit. Lebih sulit lagi saat berdiskusi dengan Presiden Zelensky (Ukraina) dan Presiden Putin (Rusia), perang tidak akan berhenti besok atau bulan depan; artinya nggak jelas," tuturnya.
Apalagi, tambahnya, saat itu ada 345 juta orang dari 82 negara yang menderita kekurangan pangan akut serta ditambah dengan 19.700 orang meninggal setiap hari karena kelaparan.
"Bapak, Ibu masih bisa setiap hari ke restoran. Kita semua masih alhamdulilah kita patut bersyukur, pangan kita juga masih cukup memberikan makan setiap hari," ucapnya.
Bahkan, menurutnya, Indonesia mendapatkan pengakuan dari International Rice Research Institute (IRRI), sejak 2019 sudah melakukan swasembada beras.
"Sistem ketahanan pangan kita dinilai baik. Ini yang terus kita jaga, syukur-syukur kita bisa kelebihan produksi yang banyak. Kenapa kita sekarang bangun food estate, food estate, food estate? Selain menjaga ketahanan pangan, kita juga bisa membantu negara lain dalam ketahanan pangan, kita bisa ekspor," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
