"Banyak negara yang melakukan pengenaan cukai untuk barang yang membahayakan. Salah satunya minuman yang mengandung pemanis," kata dia dalam rapat di Komisi XI, DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2020.
Sri Mulyani menyebutkan prevelansi diabetes melitus pada penduduk dengan usia di atas 15 tahun meningkat cukup tajam dari 1,5 persen dari total penduduk di 2013 menjadi dua persen total penduduk di 2018. Hal yang sama juga terjadi pada proporsi obesitas pada orang dewasa.
Dirinya menambahkan negara-negara seperti Singapura, Amerika Serikat, serta Inggris sudah lebih dulu mengampanyekan warganya untuk menghindari minuman berpemanis. Selain ancaman akan penyakit, jumlah klaim asuransi akibat penyakit tadi juga menjadi pertimbangan.
"Untuk minuman berpemanis ini apabila disetujui objek kena cukai, kami usulkan minuman yang siap dikonsumsi. Ini termasuk konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran dan konsumsinya masih perlu proses pengenceran, misal kopi sachet yang isinya banyak gula," ungkapnya.
Meski begitu, pemerintah tetap membuat pengecualian terhadap minuman yang dikemas atau dibuat non-pabrikasi atau sederhana, madu dan jus sayur tanpa tambahan gula, serta barang berpemanis yang diekspor/rusak/musnah tidak akan dikenakan cukai.
"Multi tarif berdasarkan kandungan gula dan pemanis buatan. Kadar lebih tinggi maka cukai lebih tinggi. Pembayaran cukai saat dikeluarkan dari pabrik atau pelabuhan. Pembayaran berkala tiap bulan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
