"Sebab dengan FDI, ketika ada sentimen negatif semacam korona, dana asing yang masuk ke Indonesia lebih bersifat jangka panjang. Tidak mudah terjadi arus modal keluar (capital outflow) ketika FDI kuat," ujar Anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi Rizal Calvary Marimbo dalam keterangan resminya, Jumat, 13 Maret 2020.
Lebih lanjut, ujar dia, dana asing tersebut sudah terbelanjakan menjadi aset-aset yang tidak bisa dipindahkan atau tidak mungkin diboyong ke luar negeri secepatnya. "Misalnya lahan, pabrik, bangunan, infrastruktur, mesin-mesin, dan sebagainya," ujar Rizal.
Sebab itu, tak seperti instrumen investasi lainnya, FDI tidak terlalu cepat terpengaruh ketika gonjang-ganjing korona.
"Di FDI itu kan ada beberapa aset yang masuk ke dalam negeri. Ada modal, orang (tenaga kerja), teknologi, keahlian, dan barang. Ketika capital (modal) masuk dia belanjakan, maka dapat menggerakkan ekonomi. Dia konversi modal menjadi barang atau aset yang tak mudah likuid. Sebab tak mudah likuid, maka tak mudah juga dikirim balik ke negara asalnya atau tak mudah dipindah-pindahkan ke instrumen investasi lain," ucap Rizal.
Berbeda dengan FDI, ketika korona merebak, seluruh bursa saham Asia, termasuk indeks future di Wall Street, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), langsung terkoreksi mendalam. Hal yang sama dengan instrumen lainnya. Bank Indonesia mencatat aliran modal asing yang keluar akibat korona alias nett outflow dari Indonesia sejak Januari hingga Rabu, 11 Maret 2020 mencapai Rp40,16 triliun.
Derasnya outflow terjadi terutama di Februari dan Maret. Pada Februari saja, terjadi outflow sebesar Rp28,9 triliun dari Surat Berharga Negara (SBN). Kemudian, aliran modal asing juga telah keluar sebesar Rp18 triliun dari SBN di Maret.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
