Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kenaikan BI 7-Day Repo Rate merespons kebijakan Federal Reserve yang memutuskan untuk menaikkan kisaran target suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2,00 persen hingga 2,25 persen.
"Kenaikan suku bunga acuan BI juga diperlukan dalam rangka mendorong attractiveness dari pasar keuangan domestik serta menekan pelebaran defisit transaksi berjalan yang didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi domestik," ujar Josua, dalam keterangan resminya kepada Medcom.id, Jakarta, Kamis, 27 September 2018.
Menurutnya kenaikan suku bunga acuan BI diharapkan mampu menjaga defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) di kisaran 2,5 persen hingga 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) secara setahun penuh di 2018.
"Selain fokus dalam menekan CAD, kenaikan suku bunga BI juga bertujuan untuk menjaga ekspektasi inflasi hingga akhir tahun yang diperkirakan akan berada di kisaran 3,5 persen hingga akhir tahun ini," beber dia.
Di sisi lain, kenaikan suku bunga juga diharapkan mampu meredam risiko eksternal, utamanya isu perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. "Serta tren kenaikan harga minyak dunia yang akan memengaruhi negara-negara yang notabene merupakan net oil importer," pungkas Josua.
Sebelumnya, Agustus 2018, Bank Indonesia telah menaikkan 25 bps suku bunga acuan menjadi 5,5 persen. Hingga Agustus 2018, otoritas telah menaikkan suku bunga sebanyak 125 bps, dari posisi 4,25 persen (Januari 2018) menjadi 5,5 persen (Agustus 2018).
Kenaikan suku bunga acuan pertama kali terjadi pada hasil RDG 18 Mei 2018, dari 4,25 persen jadi 4,50 persen. Kemudian kembali naik 25 bps pada 29 Mei 2018 menjadi 4,75 persen lantaran posisi rupiah yang tak kunjung membaik.
Pada hasil RDG 29 Juni 2018, BI menaikkan suku bunga 50 bps menjadi 5,25 persen. Terakhir kenaikan terjadi pada 15 Agustus 2018, BI 7-Day Repo Rate menjadi 5,50 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
