Ilustrasi pinjol. Foto: Medcom.id
Ilustrasi pinjol. Foto: Medcom.id

Biar Gak Kelilit Pinjol, Literasi Keuangan Masyarakat Harus Ditingkatkan

Husen Miftahudin • 04 Oktober 2023 20:33
Jakarta: Tanpa pengetahuan yang memadai, kemudahan yang ditawarkan teknologi seperti pinjaman online (pinjol), justru berpotensi menciptakan masalah sosial dan ekonomi yang berkepanjangan. Peningkatan literasi keuangan masyarakat harus menjadi kepedulian bersama.
 
"Mencermati dampaknya yang memprihatinkan, sudah sepatutnya masyarakat mendapatkan informasi dan pemahaman yang menyeluruh terkait praktik pinjaman online (pinjol) yang banyak ditawarkan saat ini," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 4 Oktober 2023.
 
Menurut Rerie, sapaan karibnya, dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan terkait pinjol harus segera diatasi dengan menerapkan tata kelola yang baik dalam praktik peminjaman uang secara online di masyarakat. Apalagi, banyak masyarakat terjebak meminjam pada perusahaan pinjol ilegal yang tidak terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kasus yang melibatkan pinjol pun merebak dengan berbagai dampaknya. Kondisi itu, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah, diperparah dengan rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.
 
Akibatnya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, debitur pinjol mudah terjebak jeratan utang hingga tidak mampu membayar cicilan, yang berujung pada terganggunya ekonomi dan sosial keluarga.
 
"Kondisi tersebut harus segera diatasi mengingat potensi meluasnya dampak sosial dan ekonomi terhadap keluarga itu berpotensi mengganggu proses pembangunan sumber daya manusia nasional yang tangguh di masa depan," tegas Rerie.
 

Gencar berantas situs pinjol ilegal


Staf Ahli Menteri Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya Kementerian Komunikasi dan Informatika R. Wijaya Kusumawardhana mengungkapkan, pihaknya saat ini sedang gencar memberantas situs-situs terkait judi online, pinjol, dan pornografi.
 
Sebab dampak dari situs ilegal tersebut tidak hanya menyasar orang dewasa, tetapi sudah mulai menyasar anak-anak dan kalangan generasi muda. Menurut Wijaya, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 215,6 juta orang dengan 43,6 persen di antaranya melakukan transaksi secara online atau rata-rata tiga kali sebulan.
 
Adapun nilai transaksi digital pada 2022 di Indonesia, ujar dia, tercatat senilai USD266 miliar dan diproyeksikan pada 2025 diperkirakan mencapai USD421 miliar. Semakin besarnya transaksi online, menurut Wijaya, membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun yang jadi masalah adalah pinjol yang ilegal.
 
"Terpenting adalah penguatan literasi keuangan masyarakat dalam upaya menghindari diri dari pinjaman online ilegal," tutur dia.
 
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito menegaskan, awal mula hadirnya pinjol adalah untuk mendorong inklusi keuangan terhadap masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses ke bank agar lebih produktif.
 
Masyarakat Indonesia, tambah dia, seharusnya hanya memilih pinjol yang berizin dari OJK yang saat ini jumlahnya 101 situs. OJK pun punya cara dan regulasi yang melindungi konsumen pinjol dan dilayani dengan baik sesuai aturan yang berlaku.
 
"Bila pinjam pada pinjol resmi hanya mempersyaratkan data wajah lewat kamera, share lokasi, dan microphone untuk suara. Tidak diperbolehkan meminta phonebook. Bila ada yang meminta, laporkan ke saya, " tegas Sarjito.
 
Selain itu, ungkap Sarjito, pada pinjol resmi denda maksimal bila peminjam tidak mampu membayar adalah 100 persen pinjaman. OJK, tambah dia, juga menyediakan hotline pengaduan di nomor telepon 157 jika menghadapi masalah terkait pinjol.
 
Diakui Sarjito tujuan orang meminjam melalui pinjol saat ini sudah bergeser dari tujuan untuk produktivitas bergeser ke arah konsumtif. Apalagi generasi muda saat ini demi FOMO (fear of missing out) rela untuk meminjam melalui pinjol, tidak peduli legal atau ilegal.
 
"Semua pihak harus mendorong agar generasi muda tidak pragmatis dalam hidup dan dapat terus meningkatkan produktivitasnya," terang dia.
 
Baca juga: Terjerat Pinjol tapi Tidak Bisa Bayar, Lakukan Cara Ini
 

Bandel, pemberi pinjol cuma kena sanksi administratif


Di sisi lain, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kemenkumham Y. Ambeg Paramarta mengungkapkan sejumlah peraturan hukum terkait pinjol sudah diberlakukan. Peraturan itu antara lain POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK 10/2022) yang mengatur mekanisme penyelenggaraan dan pengembangan industri jasa keuangan berbasis teknologi informasi (termasuk pinjol) dan memberikan perlindungan bagi penerima layanan.
 
Perlindungan penerima layanan itu, tegas Ambeg, termasuk perlindungan dalam penggunaan data pribadi, perlindungan konsumen, dan tata cara penagihan bagi penerima layanan yang wanprestasi.
 
Meski begitu, ujar Ambeg, sanksi terhadap pemberi pinjol hanya berupa sanksi administratif. Dalam hal terjadi pelanggaran hukum berupa tindak pidana oleh pemberi pinjaman terhadap penerima pinjol sampai saat ini belum ada aturan sanksi pidananya.
 
"Karena itu, perlu pengkajian menyeluruh untuk menghadirkan aturan hukum yang komprehensif dalam upaya mengantisipasi terjadinya tindak pidana dan pelanggaran HAM dalam proses pinjol," ucap Ambeg.
 
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Y. Jacki Uly berpendapat dalam persoalan pinjol yang harus diantisipasi adalah dampak pelanggaran yang ditimbulkannya. Seperti penggunaan debt collector dan perjanjian yang kurang jelas yang di ujungnya banyak menimbulkan dampak negatif. "Kita perlu hilangkan sisi negatif dari pinjol ini," tegas dia.
 

Konsumen sering diperlakukan tak adil


Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengungkapkan, dari laporan pengaduan konsumen yang masuk, sebanyak 40 persen diantaranya terkait jasa keuangan seperti pinjol, perbankan, leasing, asuransi, uang elektronik, dan investasi.
 
Terkait kasus pinjol, konsumen sudah diperlakukan tidak adil sejak dalam kontrak saat mengajukan pinjaman. Transparansi kontrak pinjol juga kurang transparan. Di sisi lain, tambah dia, konsumen juga tidak memiliki product knowledge yang memadai.
 
"Pelaku usaha pinjol harus transparan kepada konsumen dan menerapkan kontrak yang adil," harap dia.
 
Di akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat jika saat ini Indonesia dihadapkan dengan perkara besar yaitu munculnya generasi yang tidak tahu diri dan tidak tahu batas, asalkan keinginannya terwujud.
 
Di sisi lain, ujar Saur, tumbuh juga orang-orang yang semangat mengajukan pinjaman tetapi tidak mau membayar alias ngemplang.
 
"Jika sikap tidak tahu diri dan ngemplang bertemu, pantas saja bila saat ini bermunculan kasus bunuh diri," ketus Saur.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan