Chatib mengatakan, tahun depan ada risiko dari konsolidasi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah, serta kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI). Saat yang sama, relaksasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga akan berakhir.
"Ini yang saya kira di sektor perbankan harus antisipasi karena ada konsolidasi fiskal, ada kenaikan bunga, dan pada saat yang sama peraturan dari OJK untuk relaksasi kreditnya akan berakhir," kata dia dalam Finance Track Main & Side Event February Series, Rabu, 16 Februari 2022.
Pada 2023, Kementerian Keuangan akan kembali ke disiplin defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiga persen dari PDB. Ini dilakukan setelah pemerintah diberi kelonggaran menaikan defisit sejak 2020 untuk menangani pandemi.
Sementara dari sisi BI, kenaikan suku bunga akan mulai dilakukan seiring dengan mulai pulihnya perekonomian. Selain itu, kenaikan inflasi juga akan menjadi pertimbangan bagi bank sentral untuk menentukan kebijakan suku bunganya.
Meski begitu, ia menilai, risiko kenaikan inflasi yang cukup tinggi tidak akan terjadi di Indonesia pada tahun ini. Walau saat ini inflasi indeks harga global (WPI) sudah lebih tinggi dibandingkan inflasi indeks harga konsumen (CPI).
"Saya tidak melihat risiko inflasi akan naik di tahun ini, mungkin tahun depan. Karena inflasi WPI-nya sudah lebih besar dari inflasi CPI. Artinya bisnis belum passthrough efeknya kepada konsumen, mungkin mereka baru akan lakukan di tahun depan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
