Laporan Badan Statistik Turki yang dikutip dari Mediaindonesia.com, Jumat, 4 Februari, menunjukkan harga konsumen melonjak 48,7 persen dari periode yang sama pada Januari tahun lalu. Angka ini naik dari tingkat inflasi tahunan 36,1 persen pada Desember.
Pengumuman itu keluar selang beberapa hari setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengganti kepala badan statistik Turki untuk keempat kalinya sejak 2019. Erdogan tidak senang dengan data lembaga yang menunjukkan inflasi mencapai level tertinggi sejak partainya yang berakar Islam itu merebut kekuasaan pada dua dekade lalu.
Data independen yang dikumpulkan oleh para ekonom Turki menunjukkan tingkat inflasi tahunan naik menjadi lebih dari 110 persen pada Januari. Erdogan dengan gigih menentang kenaikan suku bunga, yang dia yakini sebagai penyebab meroketnya inflasi.
Ini pandangan yang berlawanan dari pemikiran ekonomi konvensional. Dia mengakui orang Turki harus memikul beban inflasi untuk beberapa waktu. "InsyaAllah kita sudah memasuki masa bahwa setiap bulan lebih baik dari sebelumnya," imbuhnya.
Impor minyak Turki pun telah menderita selama bertahun-tahun dan mengalami dua krisis mata uang sejak 2018. Tahun kedua terjadi setelah Erdogan mengatur pemotongan suku bunga tajam yang menempatkan mereka jauh di bawah tingkat kenaikan harga.
Itu mengikis daya beli masyarakat Turki dan nilai tabungan mereka sehingga menimbun emas dan mata uang asing menjadi penyebab jatuhnya mata uang lira. Bahkan kehilangan 44 persen nilainya terhadap dolar AS pada 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
