Vice President HR Communications General Services Total E&P Indonesie, Arividya Novianto, mengibaratkan blok yang terletak di Kalimantan Timur ini sebagai Boeing 747. Bila orang yang tidak biasa mengemudikannya, pastilah susah.
"Tidak mudah mengoperasikan sesuatu yang bukan setiap hari kita pegang. Ibarat biasa nyetir helikopter disuruh nyetir Boeing 747," ucap Novianto di Hotel Aston, Bogor, Jumat (4/9/2010) malam.
Saat ini, tambah dia, serikat pekerja telah menggembar-gemborkan Pertamina akan mengelola Blok Mahakam sepenuhnya. "Bisa jadi serikat pekerja bukan dari wahana teknis. Artinya, untuk orang teknis Pertamina pastilah mengerti kalau untuk kelola blok itu memang dibutuhkan partner," tutur dia.
Dia menjelaskan, Pertamina pernah punya kisah sukses untuk ONWJ. Sekadar diingatkan, kata dia, contohnya kasus DOB di Riau saat dipegang Chevron produksinya 50.000 barel per hari, tetapi saat ini hanya 15.000 barel per hari. Kemudian WMO, ketika dipegang Codeco produksinya hanya 30.000 barel per hari, bahkan sempat jatuh sampai 11.000 barel per hari. Apalagi saat ini, di mana mengangkat sampai 20.000 barel per hari cukup susah.
"Mau seperti itu 1,7 bcfd di Mahakam yang merupakan penyangga gas terbesar di Indonesia? Belum lagi minyaknya 64.000 barel per hari. Kalau tiba-tiba drop, pemasukan negara dan pasokan energi berkurang," beber dia.
Dia juga mengatakan harus ada soft landing, harus ada yang mendampingi. "Kita sangat memihak Pertamina untuk bisa maju berkembang, tapi bukan dari nol jadi 100, harus ada proses learning," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
