Menurutnya, pemilihan sistem ini bukan lantaran biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan sistem pipanisasi di darat atau onshore. Tapi karena pembebasan lahan di darat memerlukan waktu yang lama sekali.
"Onshore jadi mahal karena bebasin lama. Ya lama (waktunya) karena banyak tanah yang harus dibebaskan," kata Wirat saat ditemui disela-sela skorsing rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR-RI, di Komplek Parlementer, Senayan, Jakarta, Senin (1/2/2016).
Wirat juga menyampaikan, berdasarkan perhitungan konsultan independen yakni Potten&Partner, waktu yang diperlukan untuk menyiapkan fasilitas onshore lebih lam debandingkan dengan fasilitas offshore yakni selisih dua tahun.
"Paling hitunganya konsultan minum beda dua tahun. 2026 kalau onshore. kalau yang offshore kan 2024," jelas dia.
Sekadar informasi, Blok Masela merupakan salah satu wilayah kerja migas yang terletak di Maluku Selatan. Saat ini hak partisipasi blok tersebut diiliki Inpex 65 persen dan Shell Corporation Ltd 35 persen
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi pernah menyampaikan kepada Menteri ESDM, Sudirman Said. bahwa menurut aspek ekonomi, pembangunan fasilitas pengembangan Blok Masela melalui onshore akan merogoh USD19,3 miliar.
Kemudian untuk pembangunan fasilitas offshore sebesar USD14,8 miliar. Oleh karena itu, Amienmerekomendasikan pembangunan fasilitas Blok Masela melalui Floating LNG atau offshore.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
