Keduanya pun menindaklanjuti hasil konferensi tingkat tinggi G20 yang digelar sebelumnya di Denpasar, Bali. BTN dan WSBI pun menyelenggarakan Pertemuan ke 28 WSBI Asia Pacific Regional Meeting dengan tema "Sustainable and Resilient -Savings and Retail Banks in the Post-Pandemic Era".
Sejalan dengan tema tersebut, terdapat sejumlah agenda diskusi yang digelar dari 15-16 Desember 2022, di antaranya mengenai digitalisasi dan inklusi keuangan, keberlanjutan dan green finance, serta inovasi, fintech, dan pembayaran.
"Stabilitas perekonomian negara-negara pada saat pandemi covid-19 yang terjadi selama dua tahun terakhir sangat tergantung pada peran perbankan dalam melakukan fungsi intermediasi, dan peningkatan inklusi keuangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, usaha mikro kecil dan menengah," jelas Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Kamis, 15 Desember 2022.
BTN, lanjut Haru, mendukung pemulihan ekonomi Indonesia khususnya dari sektor properti. Pandemi telah memacu perbankan menguatkan digitalisasi dalam layanan bank, termasuk BTN yang tahun lalu telah meluncurkan website dan aplikasi BTN Properti for Developer, Smart Residence dan transformasi dengan penerapan beberapa inisiatif strategi setelah terbukti menunjukkan hasil yang positif.
"Beberapa hal yang kami jalankan adalah dengan memperkuat sentralisasi proses bisnis dan memfokuskan kantor cabang pada penjualan, kami juga memperkuat pencadangan kredit bermasalah untuk memperkuat pondasi BTN dalam menjalankan ekspansi bisnis serta meningkatkan jumlah dana murah yang terbukti berhasil menurunkan cost of fund secara signifikan," ujar Haru.
Perbankan sokong stabilitas perekonomian
Managing Director dari WSBI European Saving & Retail Bank, Peter Simon, menyampaikan perbankan menjadi garis pertahanan utama yang menyokong stabilitas perekonomian. Setelah pandemi, Simon mengungkapkan tantangan perekonomian tetap lebih menantang khususnya di benua Eropa.
"Banyak yang berharap, setelah pandemi berakhir, seolah-olah dalam beberapa bulan semuanya bisa kembali seperti sebelum Januari 2020. Apa yang kita semua lihat agak berbeda. Sekarang jelas tahun-tahun pandemi meninggalkan sejumlah perubahan permanen bagi kita. Krisis di Ukraina, prospek geopolitik yang lebih rumit, dan meningkatnya inflasi di Eropa dan Amerika Utara mempersulit kami untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut," kata Simon.
Simon menjelaskan, perbankan dituntut oleh para pemangku kepentingan, Pemerintah maupun masyarakat untuk meningkatkan digitalisasi dan perekonomian berkelanjutan. Ia menilai urgensi transisi ke model ekonomi yang lebih berkelanjutan semakin nyata.
"Tantangan terbesar kita di abad baru ini adalah mengambil ide yang tampak abstrak yaitu pembangunan berkelanjutan dan mengubahnya menjadi kenyataan bagi semua orang di dunia," tambah Simon.
Simon menilai ada sejumlah prioritas untuk merealisasikan ide mengenai hal tersebut di atas, di antaranya berinvestasi dalam solusi berbasis alam, proaktif berkolaborasi dengan masyarakat, dematerialisasi model bisnis dan meningkatkan tata kelola dan kolaborasi global yang efektif.
"Saya percaya ada alasan kuat untuk optimisme di masa depan. Namun Keberlanjutan dan Ketahanan itu hanya akan dapat dilanjutkan dan dicapai jika kita memiliki strategi yang matang," jelas Simon.
Baca juga: Reformasi Sektor Keuangan Syarat Utama Bangun Ekonomi Indonesia |
Perbankan dukung pemulihan ekonomi
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Kementerian Keuangan Rionald Silabaan menyampaikan pandemi dan kondisi geopolitik memengaruhi perekonomian negara-negara sehingga tentangan semakin besar.
"Meski banyak tantangan tapi tanda-tanda pemulihan ekonomi juga terlihat," kata Rionald.
Peran perbankan, lanjut Rionald, memainkan peran yang sangat krusial dalam mendukung pemulihan ekonomi, memperluas akses layanan perbankan. Di sisi lain menghadapi tantangan profitabilitas sambil beradaptasi dengan perubahan konsumsi masyarakat.
"Meskipun demikian, hal ini membuahkan peluang bagi perbankan, misalnya digitalisasi yang mendatangkan kesempatan unik bagi perbankan untuk menggapai meningkatkan layanannya dan menambah nasabah baru khususnya dari usaha kecil mikro dan menengah," kata Rionald.
Rionald menambahkan fintech memiliki potensi untuk mewujudkan inklusi keuangan yang lebih besar, dan memberikan solusi inovatif untuk menjawab tantangan yang dihadapi sektor perbankan ritel. "Dan kita harus bekerja sama untuk memastikan perusahaan ini (fintech) dibuat dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi," tegas dia.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News