Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah menargetkan untuk menghadirkan 584 titik atau penyalur BBM satu harga di 2024.
Untuk mencapainya, dibutuhkan tambahan 100 titik BBM satu harga. Ia menyebut sejak 2017 hingga 2020, setidaknya telah terbangun 250 titik penyalur BBM satu harga di Tanah Air.
Di tahun ini, BBM satu harga ditargetkan menjamah 76 titik atau lokasi. Hingga saat ini yang terbangun mencapai 44 titik penyalur.
"Dalam rentang kurang lebih tiga tahun ke depan kita memiliki tantangan untuk bisa membangun 80-100 per tahun. Maka dari itu diperlukan upaya dan niat yang keras," kata Arifin dalam peresmian 17 penyalur BBM satu harga di Lombok Tengah, Kamis, 16 September 2021.
Ia mengatakan BBM satu harga dibangun di daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T). Diakui dirinya untuk menuju ke daerah 3T memang tidaklah mudah.
Di daerah-daerah yang remote seperti pegunungan di Papua menurutnya memang memerlukan upaya keras untuk mencapai ke sana. Namun demikian, lanjut mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang ini, hal tersebut tidak menyurutkan niat untuk menghadirkan energi yang berkeadilan bagi masyarakat di semua penjuru Tanah Air.
"Memang biaya logistik pasti lebih mahal tapi yang paling penting adalah bagaimana masyarakat bisa menikmati kesetaraan, kesamaan, apalagi masih ada disparitas tingkat kemajuan daerah masing-masing," jelas Arifin.
Untuk mencapainya, dibutuhkan tambahan 100 titik BBM satu harga. Ia menyebut sejak 2017 hingga 2020, setidaknya telah terbangun 250 titik penyalur BBM satu harga di Tanah Air.
Di tahun ini, BBM satu harga ditargetkan menjamah 76 titik atau lokasi. Hingga saat ini yang terbangun mencapai 44 titik penyalur.
"Dalam rentang kurang lebih tiga tahun ke depan kita memiliki tantangan untuk bisa membangun 80-100 per tahun. Maka dari itu diperlukan upaya dan niat yang keras," kata Arifin dalam peresmian 17 penyalur BBM satu harga di Lombok Tengah, Kamis, 16 September 2021.
Ia mengatakan BBM satu harga dibangun di daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T). Diakui dirinya untuk menuju ke daerah 3T memang tidaklah mudah.
Di daerah-daerah yang remote seperti pegunungan di Papua menurutnya memang memerlukan upaya keras untuk mencapai ke sana. Namun demikian, lanjut mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang ini, hal tersebut tidak menyurutkan niat untuk menghadirkan energi yang berkeadilan bagi masyarakat di semua penjuru Tanah Air.
"Memang biaya logistik pasti lebih mahal tapi yang paling penting adalah bagaimana masyarakat bisa menikmati kesetaraan, kesamaan, apalagi masih ada disparitas tingkat kemajuan daerah masing-masing," jelas Arifin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
