Guru Besar Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa mengatakan sumber energi dari EBT yang memikul beban kelistrikan di sistem PLN bervariasi. Mulai dari PLTA, PLTP, hingga biomassa.
"Saya melihatnya begini, kita itu kebiasaan ingin gampang tidak smart. Paling gampang kan beli PV," ungkap Iwa dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Sabtu, 14 Agustus 2021.
Menurut Iwa, saat Photovoltaic (PV) memakai pemikulnya PLN, maka akan ada batasan terkait keandalan maupun harga. Di Indonesia, lanjutnya ada 22 sistem yang masing-masing harus memiliki grid agar dapat operasi.
Karena itu, harus dihitung berapa persen yang intermittent masuk dalam sistem agar dapat memenuhi keandalan, kualitas dan mutu.
“Tidak bisa pokoknya EBT sebanyak-banyaknya. Tidak peduli terhadap hal itu barangkali pemutus kebijakan, kok seperti tidak paham situasi,” tegas Iwa.
Meski didukung kemudahan dalam membeli panel listrik, biaya pokok produksi (BPP) PLN akan membengkak. Bayangkan jika di suatu komplek perumahan, 50 persen menggunakan rooftop tanpa baterai, sementara PLN memakan BPP untuk menaruh gardu distribusi.
“Berapa investasinya dan berapa harapan KWh yang dijual? Lalu 50 persen tadi memakai PLTS rooftop, energinya diambil. BPP-nya kan mahal, lebih parah dipaksa beli. Ini apa yang terjadi,” tambahnya.
Jika melihat data statistik, Indonesia hanya menyumbang emisi karbon sebesar 1,8 persen, Tiongkok 2,8 persen dan Jepang 3,3 persen. Bahkan Amerika Serikat menyumbang emisi hingga 14,5 persen. Artinya, Indonesia tidak dianggap sebagai negara yang mengotori langit dunia.
Fakta kedua, sebanyak 68 persen pembangkit atau bahan baku pembangkit di Indonesia masih menggunakan batu bara yang harga jual listriknya termurah. Dari dua fakta ini Iwa menyarankan penggunaan PLTS Atap tidak boleh terburu-buru dan terlalu masif. “Kita selalu membandingkan dengan negara, ini bukan pertandingan," ujar Iwa.
Apalagi saat ini ada rencana merevisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Isi dari Permen ESDM yang sedang diharmonisasi tersebut menyebutkan bahwa tarif ekspor-impor PLTS Atap akan menjadi 100 persen atau naik 35 persen dibandingkan dengan peraturan lama yang hanya 65 persen. Artinya, PLN harus membeli 100 persen listrik PLTS atap.
Iwa pun mengingatkan tujuan dari energi untuk masyarakat adalah mendapatkan akses dan harga yang terjangkau. Sedangkan dari sisi PLN, listrik harus beroperasi dengan andal, berkualitas baik, dan ekonomis. "Jadi sekarang kita masuk green energy. Green energy ini adalah mahal," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id