Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

UU Perlindungan Data Pribadi Harus Jaga Keberlangsungan Pertumbuhan Ekosistem Fintech

Angga Bratadharma • 12 Februari 2023 15:05
Jakarta: Indonesia Fintech Society (IFSOC) mendukung pemerintah yang saat ini tengah menyiapkan peraturan pelaksana UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Usai pengesahannya di Oktober 2022, peraturan pelaksana UU PDP menjadi agenda prioritas yang harus dituntaskan.
 
Hal itu untuk memastikan UU ini dapat diimplementasikan secara optimal setelah dua tahun masa transisi. Di sektor jasa keuangan, salah satunya fintech, kehadiran UU PDP dan perampungan peraturan pelaksana nantinya akan berperan krusial dalam memberikan kepastian hukum dalam pemrosesan data pribadi.
 
Kondisi ini akan berdampak pada peningkatan digital trust dan terwujudnya bisnis sektor fintech yang kondusif. Ketua Steering Committee IFSOC Rudiantara mendukung perampungan peraturan pelaksana UU PDP segera dirumuskan dan disahkan dengan memerhatikan jangka waktu transisional dua tahun berakhir.

Menurutnya, rampungnya peraturan pelaksana akan memberikan kejelasan mengenai tata cara pelaksanaan terhadap ketentuan perlindungan data pribadi yang tertuang dalam UU PDP.
Baca: Hati-hati! Modus Penipuan Dana Hibah Mencatut Nama Bank Indonesia

"Kita harus menghindari terjadinya keterlambatan dalam pemenuhan kewajiban UU PDP. Semakin cepat peraturan pelaksana dirampungkan maka waktu untuk memenuhi kewajiban UU PDP di masa transisi akan semakin panjang," tegas Rudiantara, dilansir dari keterangan tertulisnya, Minggu, 12 Februari 2023.
 
Rudiantara menekankan peraturan pelaksana harus diarahkan untuk mendorong kepatuhan pengendali dan prosesor data pribadi, dan tidak berfokus pada sanksi. Sebelum peraturan pelaksana terbit, Rudiantara menyatakan, perlunya suatu pedoman standar minimum kepatuhan yang wajib dipenuhi oleh pengendali dan prosesor data pribadi.
 
Terkait dengan pengenaan sanksi dalam UU PDP, Anggota Steering Committee IFSOC Rico Usthavia Frans mengatakan, peraturan pelaksana UU PDP harus menggugurkan potensi pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana secara berlapis (double sanctioning).
 
"Pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana dalam UU PDP sebaiknya diselenggarakan secara bertahap. Pendekatan ini merupakan model yang lebih ideal dan diterapkan sejumlah negara di dunia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Ekuador," ujar Rico.
 
Selain itu, Rico berpandangan, peraturan pelaksana UU PDP perlu untuk mengatur secara komprehensif dan detail mengenai parameter untuk pengecualian dan/atau peringan atas sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
 
Hal ini akan sangat berguna sebagai bentuk pembelaan yang sah secara hukum bagi pengendali dan prosesor data pribadi yang diduga melakukan pelanggaran atas kewajibannya dalam UU PDP.
 
"Hal ini merupakan kunci agar penegakan ketentuan sanksi dalam UU PDP dapat diselenggarakan secara proporsional, sehingga tidak menjadi disinsentif pada pertumbuhan bisnis pengendali dan prosesor data pribadi yang didalamnya bukan hanya usaha besar tetapi juga UMKM," ungkap bankir senior tersebut.
 
Di samping itu, Rico mengatakan, peraturan pelaksana UU PDP perlu secara komprehensif mengatur penafsiran atas ketentuan UU PDP. Hal itu karena adanya pelaksanaan kewajiban pengendali dan prosesor data pribadi terhadap prinsip-prinsip perlindungan data pribadi.
 
Kondisi tersebut khususnya terkait kewajiban perlindungan terhadap data keuangan pribadi sebagai data pribadi sensitif yang memiliki potensi risiko yang tinggi. Adapun prinsip-prinsip yang menjadi acuan kewajiban pengendali dan prosesor data pribadi harus dengan rinci dijelaskan.
 
"Sehingga pelaksanaannya tidak multitafsir, dan tidak berpotensi menjadi pasal karet yang dapat merugikan industri termasuk UMKM," pungkasnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan