Namun, masih tetap ada konten yang lolos dari sistem pengawasan ini. Karena itulah, kini mereka juga mulai mempekerjakan ahli anti-pembajakan. Tugas mereka adalah untuk mencari dan memonitor forum dan situs yang menjadi tempat konten bajakan diunggah dan dibagikan.
"Dari sudut pandang industri dan pemerintah, semakin banyak pihak yang mengawasi konten bajakan, maka semakin baik," kata Senior Lecturer dan Researcher dalam Industri Kreatif Jepang di University of East Anglia, Rayna Denison kepada Motherboard.
Denison menjelaskan, mesin pencari dan algoritma anti-pembajakan memang bisa dilatih untuk mencari dan menemukan gambar-gambar tertentu. Namun, mereka tidak dapat melakukan tindakan sesuai dengan keadaan, seperti yang dapat dilakukan oleh manusia.
Sejak lama, anime dan manga telah menjadi produk ekspor paling penting untuk mendorong ekonomi Jepang. Keberadaan konten bajakan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Diperkirakan, kerugian dari adanya konten bajakan mencapai JPY2 triliun (Rp254 triliun).
Di bulan Juli 2014, pemerintah membuat Manga-Anime Guardians Project, sebuah kampanye online yang ditujukan untuk mendorong konsumen untuk mendapatkan manga dan anime secara legal dan berhasil menutup 580 situs penyedia konten ilegal.
Dalam kampanye ini, pemerintah Jepang bekerja sama dengan CODA (Content Overseas Distribution Asociation) dan 15 sutradara anime untuk mengurangi penyebaran konten ilegal.
Menurut Denison, keinginan pemerintah Jepang untuk terus mengatasi pembajakan menunjukkan betapa berharganya industri anime. Namun, dia juga berkata, hal ini terjadi karena adanya perubahan dalam cara menonton di beberapa tahun belakangan.
"Dari sudut pandang para fans, beberapa tahun belakangan, mulai banyak muncul situs gratis yang dapat fans gunakan untuk menonton anime secara gratis, karena itu, pembajakan mulai menurun," kata Denison. Dia mencontohkan Crunchyroll sebagai contoh.
Situs tersebut awalnya merupakan situs buatan fans yang didedikasikan untuk konten bajakan. Namun, di pertengahan tahun 2000-an, mereka membuat perjanjian dengan TV Tokyo. Sejak saat itu, mereka dapat menayangkan anime secara legal. Namun, hal ini tidak membuat pembajakan hilang sepenuhnya.
Masalah pembajakan anime sebenarnya merupakan masalah yang cukup rumit. Fans yang memberikan terjemahan dan membagikan konten bajakan merasa bahwa mereka mempromosikan budaya Jepang ke negara-negara lain atau sekadar memberikan terjemahan yang lebih baik.
Namun, bagi pelaku industri, konten bajakan menyebabkan menurunnya keuntungan yang didapat dari penjualan di luar Jepang dan akan merusak industri anime dan ekonomi Jepang.
"Menggunakan manusia akan menjadi cara lain bagi industri untuk melindungi hak cipta," kata Denison. "Tapi, saya rasa, para fans akan bereaksi negatif. Saya menduga, hal itu karena budaya terkait pembajakan. Karena fans tidak akan suka jika mereka diawasi."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News