Kedua ponsel baru Infinix dibanderol dengan harga kurang dari Rp2 juta, menjadikannya masuk ke kategori ponsel pemula. Naun, Country Marketing Manager Infinix Indonesia, Sergio Ticoalu mengatakan bahwa mereka tidak hanya akan meluncurkan ponsel kelas pemula.
"Ponsel entry-level itu pasti ada, itu pertempurannya di Indonesia. Untuk brand awareness, beberapa produk flagship pasti akan diluncurkan tahun ini," katanya saat ditemui di Akmani Hotel.
Strategi utama Infinix masih tidak berubah, mereka menawarkan ponsel yang "murah meriah", smartphone dengan spesifikasi yang lebih tinggi dari pesaingnya di kelasnya.
Strategi ini juga digunakan oleh Xiaomi. Hanya saja, sebagian pengguna Xiaomi telah mengeluhkan akan keberadaan iklan.
Ketika ditanya apakah Infinix akan mengorbankan pengalaman penggunaan demi spesifikasi, Sergio meyakinkan bahwa Infinix juga berusaha untuk memberikan nilai lebih pada ponsel buatannya.
"Kami ingin ketika konsumen menggunakan ponsel kami, dia akan merasakan value dari merek. Itu yang ingin kita bangung, tidak sekadar produk, fitur, dan purnajual," ungkapnya. Dia menyebutkan, dia ingin agar para pengguna Infinix merasa bangga karena menggunakan ponsel Infinix. Menurutnya, ini akan membuat pelanggan menjadi lebih setia.
Sergio menganggap, target lima besar tahun ini bukanlah target yang muluk. "Dari awal tahun, kita kasih produk yang terjangkau. Kita juga mapping pesaing kita. Melakukan riset apa yang market kami inginkan," katanya.
Memang, Infinix Indonesia tampaknya telah mengerjakan PR-nya. Mereka tahu bahwa ponsel yang mereka berikan memiliki spesifikasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pesaingnya di harga yang sama. Setidaknya untuk Hot 7 Pro dan Smart 3 Plus, yang dibandingkan dengan Xiaomi Redmi 7 dan ASUS ZenFone Live L2.
Dengan populasi mencapai lebih dari 260 juta, Indonesia adalah pasar yang menarik bagi perusahaan smartphone. Tak terkecuali Infinix. Sergio mengaku, setelah menguasai pasar ponsel di Afrika, kini mereka ingin memfokuskan perhatian ke Asia Tenggara. Indonesia tentu jadi sasaran utama.
Beberapa waktu lalu, pemerintah menetapkan peraturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 30 persen. Artinya, perusahaan yang hendak meluncurkan smartphone 4G di Indonesia harus memasukkan "konten lokal" ke dalam produknya. Ada tiga opsi yang diberikan oleh pemerintah terkait hal ini, yaitu hardware, software, dan investasi.
Kombinasi hardware dan software adalah opsi yang dipilih oleh Infinix. "Untuk produksi, kita bekerja sama dengan pabrik pihak ketiga. Kita juga bekerja sama dengan beberapa aplikasi lokal, itu cukup membantu," kata Sergio.
Dia meyakinkan, masalah yang pernah dihadapi Infinix sebelum ini -- salah satunya TKDN -- tidak akan kembali terjadi. Salah satu alasannya karena Infinix kini sibuk untuk membangun tim lokal yang terdiri dari para pekerja Indonesia.
"Kita lagi menguatkan tim lokal, makanya segala yang pernah terjadi pada masa lalu, sekarang tidak akan terjadi lagi," ujar Sergio dengan percaya diri.
Tidak ada yang salah dengan membuat klaim berani seperti yang Infinix lakukan. Pertanyaannya adalah apakah mereka akan dapat merealisasikan pernyataan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id