Ilustrasi: Zebra
Ilustrasi: Zebra

Kesenjangan Membesar, Manufaktur Menengah Tertinggal Jauh Soal Adopsi AI

Mohamad Mamduh • 29 Desember 2025 13:11
Jakarta: Sebuah jurang pemisah yang mengkhawatirkan sedang terbentuk dalam industri manufaktur global. Sementara konglomerat manufaktur raksasa berlomba-lomba mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) ke dalam sistem data mereka, perusahaan skala menengah justru tertinggal jauh di belakang, berisiko kehilangan daya saing dalam pasar yang semakin didorong oleh data.
 
Temuan ini terungkap dalam laporan terbaru "Elevating Manufacturing Value" dari Zebra Technologies dan Oxford Economics. Laporan tersebut menyoroti perbedaan tajam dalam "kematangan data" berdasarkan ukuran perusahaan.
 
Statistik yang paling mencolok menunjukkan bahwa hampir 9 dari 10 (sekitar 90%) produsen "Sangat Besar" (pendapatan di atas USD10 miliar) kini memiliki lingkungan manajemen data yang terintegrasi penuh dengan wawasan berbasis AI yang tertanam di seluruh organisasi.

Sebaliknya, hanya 3% dari perusahaan manufaktur menengah (pendapatan USD100 juta hingga USD999,9 juta) yang memiliki kemampuan serupa. Mayoritas perusahaan menengah ini melaporkan bahwa kemampuan analisis data mereka masih dilakukan di area terbatas atau bahkan terkotak-kotak (silo), yang menghambat pengambilan keputusan strategis secara real-time.
 
Kesenjangan ini juga terlihat dari cara kedua kelompok memandang konsep otomasi. Bagi raksasa manufaktur, otomasi adalah tentang kecanggihan. Sebanyak 70% perusahaan sangat besar mendefinisikan pendekatan otomasi mereka sebagai integrasi analitik canggih dan AI/Machine Learning (ML) untuk mengoptimalkan kinerja operasional4.
 
Di sisi lain, bagi perusahaan menengah, otomasi memiliki arti yang jauh lebih sederhana. Hanya 8% dari mereka yang melihat otomasi sebagai integrasi AI/ML. Sebaliknya, 65% perusahaan menengah mendefinisikan otomasi hanya sebatas penggunaan perangkat lunak dan alat digital untuk merampingkan alur kerja dan menghilangkan tugas-tugas manual.
 
Perbedaan pola pikir ini menunjukkan bahwa perusahaan menengah masih berada di tahap awal kematangan digital mereka, sementara pesaing yang lebih besar sudah melangkah ke tahap optimalisasi cerdas.
 
Dampak dari kesenjangan teknologi ini terlihat nyata di lantai pabrik. Perusahaan yang sangat besar dilaporkan lebih sukses dalam memperbaiki alur kerja yang kompleks, seperti pergerakan material (material movement), manajemen peralatan, dan kontrol kualitas, dibandingkan rekan-rekan mereka yang lebih kecil. Kemampuan manajemen data yang matang diduga menjadi faktor pendorong utama di balik keberhasilan optimalisasi alur kerja mereka.
 
Meskipun terdapat perbedaan kemampuan yang tajam, kedua kelompok ini menghadapi musuh yang sama: teknologi warisan (legacy technology). Sebanyak 56% responden menyebut teknologi lama sebagai hambatan utama perbaikan alur kerja—angka ini lebih tinggi daripada kekhawatiran soal keamanan data atau biaya pelatihan.
 
Seorang direktur teknik di sebuah perusahaan manufaktur global yang diwawancarai dalam laporan tersebut memberikan peringatan penting bagi industri. "Bukan yang terkuat atau terpintar yang akan bertahan, melainkan yang paling mampu beradaptasi," ujarnya.
 
Bagi perusahaan menengah, pesan ini menjadi sinyal mendesak untuk segera memodernisasi infrastruktur data mereka atau bersiap tertinggal oleh pesaing yang lebih lincah dan cerdas.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan