Ajang 5th Siloam Urology – Nephrology Summit 2025 yang digelar pada bulan Agustus lalu menyoroti berbagai perkembangan terbaru, mulai dari penguatan sistem donor dari pasien yang meninggal dunia, strategi pencegahan reaksi penolakan organ, hingga inovasi pemanfaatan teknologi robotik yang diyakini akan menjadi masa depan transplantasi ginjal.
Topik-topik dari diskusi ini dapat memperkuat penanganan kasus gagal ginjal. Data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan lebih dari 200.000 pasien menjalani terapi hemodialisis setiap tahun. Transplantasi ginjal menjadi salah satu terobosan medis penting bagi pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun demikian minimnya ketersediaan donor dengan berbagai masalah lain masih memerlukan penyelesaian.
Forum ini menghadirkan sejumlah pakar urologi dan nefrologi dari dalam dan luar negeri, yaitu Prof. Shin Sung (pakar transplantasi ginjal dari Korea Selatan), Prof. Dr. dr. Endang Susalit, SpPD-KGH, FINASIM (pakar penyakit dalam konsultan ginjal-hipertensi Siloam ASRI), Prof. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, SpU(K), FICRS, PhD (dokter spesialis urologi Siloam ASRI), dan dr. Aries Perdana, Sp.An-KKV (dokter spesialis anestesi Siloam ASRI).
Para pakar itu menegaskan bahwa transplantasi ginjal dapat memberikan harapan baru bagi pasien gagal ginjal stadium akhir. Akan tetapi, keberhasilan transplantasi membutuhkan dukungan regulasi, kesiapan infrastruktur medis, ketersediaan tim medis seperti dokter spesialis nefrologi, urologi, anestesi, psikiater, forensik dan medikolegal serta tim paramedis yang berkemampuan baik.
Donor Kadaver, Solusi untuk Keterbatasan Donor Hidup
Paparan dr. Aries Perdana, Sp.An-KKV menjelaskan bahwa transplantasi dari donor meninggal dunia (cadaveric donor) dapat menjadi solusi nyata untuk keterbatasan donor hidup di Indonesia. “Keberhasilan program donor kadaver sangat bergantung pada diagnosis mati batang otak (MBO) yang akurat, manajemen donor di ICU, serta koordinasi lintas rumah sakit secara nasional,” ungkap dr. Aries dalam sesi terkait transplantasi ginjal.
Pandangan ini diperkuat oleh Prof. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, SpU(K), FICRS, PhD, yang menyoroti pentingnya menilai kualitas donor dan penerima secara menyeluruh. “Kualitas donor, kondisi klinis penerima, serta pemantauan jangka panjang adalah faktor-faktor yang saling berkaitan. Semua ini menentukan apakah transplantasi akan memberikan manfaat maksimal bagi pasien,” tuturnya.
Strategi Pengobatan untuk Cegah Penolakan Organ
Prof. Dr. dr. Endang Susalit, SpPD-KGH, FINASIM yang berpraktek di Siloam Hospitals ASRI menjelaskan bahwa keberhasilan transplantasi ginjal tidak berhenti setelah operasi selesai. Tantangan terbesar justru datang dari risiko tubuh pasien menolak organ baru yang dianggap sebagai benda asing.
“Untuk mencegah penolakan ini, pasien harus mengonsumsi obat khusus yang disebut obat penekan sistem imun, atau imunosupresan pada waktu tertentu. Obat ini membuat tubuh tidak menyerang ginjal baru sehingga organ bisa berfungsi dengan baik,” terang Prof. Endang dalam paparannya.
Ia menambahkan, salah satu obat utama yang digunakan adalah tacrolimus, yang terbukti efektif tetapi harus diberikan dengan pemantauan ketat. Bentuk dosis sekali sehari kini menjadi pilihan karena lebih mudah diikuti pasien, sehingga meningkatkan kepatuhan pengobatan. “Kepatuhan pasien sangat penting. Obat bisa efektif, tapi tanpa disiplin minum obat, risiko kegagalan transplantasi tetap tinggi,” tegasnya.
Teknologi Baru dalam Transplantasi Ginjal
Di lain pihak perkembangan teknologi menjadi sebuah kebutuhan. Prof. Shin Sung, pembicara internasional dari Korea Selatan memaparkan bahwa teknologi robot transplantasi ginjal (robotic kidney transplantation) menawarkan prosedur yang lebih presisi, minim invasif, serta pemulihan yang lebih cepat.
“Dengan bantuan teknologi robotik, risiko komplikasi dapat ditekan, waktu pemulihan lebih singkat, dan kualitas hidup pasien pasca-transplantasi bisa lebih baik,” jelasnya dalam diskusi transplantasi ginjal. Teknologi robotik diharapkan dapat membuka jalan bagi layanan transplantasi yang lebih modern di Indonesia, sekaligus meningkatkan angka keberhasilan dan kualitas hidup pasien.
Saat ini, Siloam ASRI yang didukung tenaga medis, fasilitas dan sistem pelayanan kesehatan yang kompeten mampu melakukan prosedur transplantasi ginjal dengan standar dan hasil bertaraf internasional. Sebagai catatan, Siloam ASRI telah melayani 464 pasien transplantasi ginjal dengan rerata tingkat kelangsungan hidup dalam 1 tahun (of one year survival rate) mencapai 98,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News