Perusahaan dituntut untuk selalu sigap mengikuti perkembangan kebijakan nasional maupun regional: siapa yang boleh mengakses data tertentu, bagaimana data dikumpulkan, diproses, dan disimpan, serta dari mana data diakses atau dipindahkan. Kompleksitasnya semakin tinggi setiap hari.
Transformasi digital Indonesia tengah melaju pesat. Dengan lebih dari 3 juta perusahaan terdaftar dan 53 juta wirausaha yang beroperasi di seluruh Indonesia, jejak data ekonomi kita berkembang dengan sangat cepat.
Seiring semakin banyak bisnis yang beralih ke digital dan AI menjadi pusat cara kita bekerja dan hidup sehari-hari, satu pertanyaan krusial muncul: “Di mana data kita berada?”. Pertanyaan ini bukan hanya soal teknis. Bagi perusahaan Indonesia, jawabannya kini menjadi keharusan dalam regulasi, ekonomi, sekaligus keamanan.
Tata kelola data yang efektif sangat penting untuk memastikan transparansi AI sekaligus kepatuhan terhadap regulasi yang terus berkembang. Ini berarti mempertimbangkan persyaratan untuk mengakses data, serta memahami secara tepat jalur yang akan dilalui data hingga sampai ke tujuan.
Sebelum dapat menetapkan kebijakan tata kelola data, perusahaan perlu memahami hukum lokal dan bagaimana hukum tersebut memengaruhi di mana mereka dapat menghasilkan, mengumpulkan, dan menyimpan data. Dalam temuan McKinsey dari survei State of AI, 70% responden menyatakan mereka mengalami kesulitan terkait data, termasuk dalam mendefinisikan proses tata kelola data.
Yang membuat pengelolaan data semakin rumit adalah jumlah data yang sangat besar yang kini dihimpun perusahaan untuk melatih model AI mereka. Perusahaan bukan hanya perlu memastikan data mereka tidak dipakai oleh model AI yang salah, tetapi juga harus menjamin bahwa model mereka menggunakan data yang tepat pada tempat yang tepat. Untuk memenuhi hukum dan regulasi kedaulatan data global, perusahaan perlu benar-benar mempertimbangkan di mana mereka menyimpan data AI tersebut.
Di sinilah distributed infrastructure dan strategi data AI yang tahan masa depan berperan penting, membantu perusahaan menghadapi sekaligus mengelola kompleksitas kedaulatan data di era yang digerakkan oleh AI.
Memahami kedaulatan data Kedaulatan data berarti data yang dikumpulkan atau disimpan di suatu lokalitas, negara, atau wilayah tertentu tunduk pada hukum dan regulasi otoritas yang berwenang. Banyak yurisdiksi kini telah membuat dan menegakkan aturan ketat mengenai bagaimana data boleh diakses, disimpan, diproses, dan dipindahkan di dalam batas wilayah mereka.
Menjadikan kepatuhan kedaulatan data sebagai bagian dari strategi AI membantu perusahaan mengintegrasikan dan memprioritaskan pemantauan berkelanjutan terhadap regulasi baru maupun yang berubah.
Dampak kedaulatan data pada keputusan infrastruktur AIAdopsi cloud di Indonesia terus meningkat, dan banyak organisasi mulai meninjau bagaimana infrastruktur mereka dapat mendukung beban kerja AI yang sedang berkembang. Namun, terlalu sering keputusan terkait infrastruktur hanya dianggap sebagai hal belakangan. Padahal, di mana data disimpan dan di mana model AI dijalankan kini sudah menjadi keputusan bisnis yang strategis.
Studi AIBP 2025 ASEAN Enterprise AI Readiness menemukan bahwa 59% perusahaan di Indonesia masih kesulitan menyelaraskan tata kelola internal dengan ekspektasi regulasi. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh infrastruktur yang sudah usang, tidak transparan, atau terlalu tersentralisasi sehingga menimbulkan risiko.
IDC’s FutureScape: Worldwide Cloud 2025 Predictions di Asia Pasifik (tidak termasuk Jepang) memprediksi bahwa pada 2027, 50% bisnis di kawasan ini akan memodernisasi arsitektur cloud mereka, dan lebih dari 90% aplikasi baru akan mendukung multicloud pada 2028.
Di sinilah distributed infrastructure menjadi sangat penting. Dengan menempatkan penyimpanan dan sumber daya komputasi lebih dekat ke tempat data dihasilkan, perusahaan dapat mengurangi latensi, meningkatkan performa, sekaligus mendukung kepatuhan terhadap regulasi dengan menjaga data sensitif tetap berada dalam yurisdiksi yang disetujui.
Perusahaan perlu menyesuaikan praktik manajemen data mereka agar tetap patuh terhadap regulasi, sekaligus memastikan infrastruktur AI yang tepat tersedia di lokasi yang tepat. Dengan memahami keseluruhan aset data, data apa yang dimiliki, dari mana asalnya, dan bagaimana strukturnya, perusahaan dapat mengidentifikasi potensi risiko privasi maupun regulasi yang terkait dengan data tersebut.
Untuk mewujudkan infrastruktur AI yang saling terhubung dan distributed, dibutuhkan konektivitas aman yang memungkinkan perusahaan dengan cepat menghubungkan (atau memutus) berbagai layanan di berbagai lokasi, serta merespons setiap perubahan maupun penambahan aturan baru. Dengan begitu, perusahaan dapat mengakses data lebih cepat, mentransfer data dengan aman, dan bertukar data secara mulus dengan para peserta ekosistem.
Sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki transparansi penuh atas gambaran distributed infrastructure mereka dan bagaimana semuanya saling terhubung. Perusahaan harus dapat membuktikan atau menjamin bagaimana data dikelola dari awal hingga akhir, mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, hingga transfer.
Memahami dan mendokumentasikan hal ini di seluruh rantai nilai akan membantu memastikan kepatuhan maksimal terhadap regulasi kedaulatan data. Anda tidak boleh mengabaikan ketelitian saat melakukan due diligence terhadap distributed infrastructure. Jika tidak, risikonya bisa berupa sanksi besar hingga kerusakan reputasi perusahaan.
Faktor pendorong spesifik industriSeperti telah disinggung sebelumnya, beberapa industri memiliki regulasi yang lebih ketat dibandingkan lainnya. Hal ini menambah kompleksitas dalam mematuhi aturan kedaulatan data.
Di sektor kesehatan, menjaga privasi dan kerahasiaan pasien saat data dipindahkan lintas negara memerlukan praktik pengelolaan data yang ketat. Data sensitif pasien dilindungi dan diatur oleh hukum negara asal organisasi. Industri jasa keuangan juga memiliki regulasi serupa untuk melindungi data nasabah.
Strategi infrastruktur untuk mendukung kedaulatan dataDistributed infrastructure memberikan dua keuntungan utama: kendali dan transparansi. Perusahaan membutuhkan visibilitas penuh mengenai bagaimana data dikelola dan di mana data disimpan. Mereka harus dapat menunjukkan kepatuhan, beradaptasi cepat dengan perubahan regulasi, serta mencegah duplikasi atau akses data yang tidak semestinya terhadap data.
Salah satu strategi yang mulai berkembang adalah penggunaan lingkungan penyimpanan privat khusus, di mana perusahaan dapat menjaga data sensitif tetap berada di lokasi yang mereka kelola langsung, sambil tetap memungkinkan akses untuk kebutuhan AI dan cloud melalui jalur aman. Model ini membantu membatasi duplikasi data di berbagai lingkungan dan mengurangi risiko kebocoran maupun pencurian.
Model lain yang menjanjikan adalah federated AI, yaitu pendekatan terdesentralisasi untuk melatih model pembelajaran mesin tanpa harus memindahkan data mentah. Algoritma dikirim ke lokasi edge tempat data berada, dilatih di sana, lalu hanya hasil pembelajaran (model weights) yang dikirim kembali untuk digabungkan. Pendekatan ini membantu perusahaan menjaga kendali atas data, mempertahankan kedaulatan, dan mengurangi risiko kepatuhan.
The way forward bagi perusahaan IndonesiaUntuk memaksimalkan manfaat AI sekaligus tetap patuh regulasi, perusahaan perlu membangun infrastruktur yang berakar lokal namun tetap terhubung global. Kedaulatan data bukan penghalang, melainkan peluang untuk merancang sistem yang lebih pintar, tangguh, dan mampu melayani tujuan bisnis sekaligus kebutuhan pengguna.
Dan semua itu dimulai dari satu pertanyaan yang tepat: “Di mana data kita berada?”.
Jika perusahaan di Indonesia bisa menjawabnya dengan jelas, dengan yakin, dan sesuai regulasi, mereka akan siap, bukan hanya untuk kepatuhan, tetapi juga pertumbuhan di era AI.
(Haris Izmee, Managing Director, Indonesia, Equinix)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id