Program ini dihadirkan sebagai langkah strategis untuk mendorong ekonomi digital di desa-desa Indonesia. Dalam tahap awal, program Kampung Internet ditargetkan mencakup 1.194 titik yang tersebar di 20 desa di lima provinsi yaitu Sumatera Utara, Lampung, Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Jawa Barat.
Pada peluncurannya, Menkomdigi Meutya meresmikan proyek tersebut di Desa Kramat Gajah, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Beberapa desa lain yang ikut masuk dalam gelombang awal antara lain Desa Pulo Tagor Baru, Desa Baru Titi Besi, Desa Tanah Abang di Deli Serdang, serta Desa Tambak Cekur dan Desa Manggis di Kabupaten Serdang Bedagai.
Meutya menyebut bahwa Sumatera Utara dipilih sebagai provinsi percontohan karena statusnya sebagai daerah peluncuran pertama, dengan harapan bisa menjadi model bagi daerah lainnya. Program ini tidak hanya bertujuan menyediakan konektivitas, juga menyertakan pendampingan literasi digital.
Khususnya, pelajar SMK akan dilibatkan untuk memperoleh pelatihan teknis dalam instalasi dan perawatan jaringan fiber optik, sehingga bisa menjadi tenaga ahli lokal. Meutya menekankan bahwa akses fixed broadband ini memiliki keunggulan dari sisi keandalan, kecepatan, dan biaya bila dibandingkan dengan jaringan seluler.
Dengan jaringan stabil, warga desa bisa memanfaatkan internet untuk pendidikan, usaha lokal (UMKM), layanan publik, dan berbagai aktivitas digital produktif lainnya. Lebih jauh, Meutya berharap inisiatif ini bisa menjadi bagian dari modal dasar agar UMKM desa bisa berkembang, memperluas pasar, dan memanfaatkan teknologi digital dalam proses produksi, pemasaran, maupun penjualan.
Untuk merealisasikan program ini, Komdigi menggandeng berbagai operator telekomunikasi sebagai mitra penyedia layanan fixed broadband di desa-desa yang ditunjuk. Selain penyediaan jaringan, operator juga mempunyai peran dalam implementasi teknis di lapangan.
Pemerintah juga mengajak peran serta pemerintah daerah, lembaga pendidikan, komunitas lokal, dan sektor swasta agar program ini benar-benar menyentuh dan berkelanjutan. Tanpa dukungan sosial pada tingkat lokal, infrastruktur bisa saja hanya menjadi jaringan mati jika masyarakat tidak bisa mengelolanya.
Akses gratis selama 12 bulan adalah langkah awal, namun akses ini memiliki sejumlah tantangan termasuk cara layanan tersebut diteruskan setelah masa gratis berakhir agar tidak tiba-tiba terputus dan merusak kepercayaan masyarakat.
Selain itu, ketersediaan internet saja tidak cukup jika masyarakat belum memiliki kapasitas atau konten lokal yang mendukung ekonomi digital. Pelatihan dan edukasi digital harus berjalan bersamaan. Infrastruktur broadband di desa rentan terhadap kerusakan atau gangguan alam, sehingga perlu mekanisme pemeliharaan dan kecepatan penanganan agar jaringan tetap berjalan.
Sementara itu, beberapa desa mungkin tidak layak untuk jaringan fiber optik, misalnya karena kontur geografis sulit. Solusi teknis seperti sementara wireless atau hybrid harus dipersiapkan. Dengan inisiatif Kampung Internet ini, pemerintah ingin mewujudkan kehadiran negara dalam akses digital hingga ke desa-desa.
Meutya menyebut bahwa informasi dan konektivitas adalah milik semua, termasuk warga di kampung. Keberhasilan program ini akan menjadi tolok ukur transformasi digital inklusif Indonesia. Jika desa-desa bisa mengakses internet berkualitas dan memanfaatkannya secara produktif, maka ekonomi digital bisa tumbuh tidak hanya di kota, tapi juga di rural.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
